Lombok Utara, Katada.id – Sepanjang tahun 2019 kebutuhan telur ayam di NTB mencapai 1,3 juta butir. Peternak dalam daerah hanya mampu memproduksi 600 ribu butir telur setiap tahun.
“Sehingga peluang pengembangan budidaya ternak ayam petelur di NTB masih terbuka lebar,” ungkap Kepala dinas Peternakan Provinsi NTB, Ir.Hj. Budi Septiani didampingi Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Lombok Utara Ir. H. Nanang Matalata saat mengunjungi kelompok ternak ayam petelur di Desa Sesait dan Desa Santong Kabupaten Lombok Utara, Senin(10/2).
Untuk memenuhi kebutuhan telur dan daging tersebut, kata Bu Budi sapaannya, maka Pemprov NTB menggenjot Program “Kampung Unggas” menuju NTB yang mandiri Telur dan Mandiri daging. “Program ini merupakan salah satu program industrialiasi di sektor peternakan,” jelasnya.
Menurutnya, program kampung unggas merupakan ikhtiar pengembangan dalam rangka menciptakan masyarakat NTB yang mendiri telur dan daging. Kemandirian dimaksud adalah terpenuhi dan tercukupinya masyarakat NTB dari kebutuhan telur dan daging. Selain dapat memberikan multiplier effect terhadap tumbuhnya industri pendukung lainnya. Seperti tumbuhnya industri pakan, yang menyerap bahan baku dari produk pertanian kita sehingga memiliki nilai tambah ekonomi yang lebih besar.
“Tidak itu saja, juga terbukanya kesempatan kerja untuk mengurangi pengangguran, stunting dan lain-lain yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat,” terangnya.
Mantan Kepala Badan Ketahanan Pangan itu menuturkan, kini pihaknya terus berikhtiar dan berkolaborasi dengan seluruh stake holder untuk bergerak bersama membina peternak sehingga memiliki produktivitas yang maksimal.
Senada dengan itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Lombok Utara, Ir. H. Nanang Matalata menjelaskan, kunjungan tersebut merupakan upaya menghadirkan dan mendukung masyarakat NTB yang mandiri telur.
Ia menjelaskan bahwa Kelompok ternak di Desa Santong telah menghasilkan 24.000 ekor ayam petelur. Sedangkan di Desa Sesait 15.000 ekor ayam petelur. “Ini merupakan potensi yang harus ditingkatkan dan kembangkan lagi,” tegasnya.
Karena menurut H. Nanang sapaan akrabnya, potensi untuk pengembangan ayam petelur di Kabupaten Lombok Utara masih sangat besar. Bahkan dari kebutuhan 75.000 butir telur saat ini baru bisa dipenuhi 30.000 butir. Sehingga kedepan pihaknya telah mempersiapkan untuk pengembangan kampung unggas berbasis ayam ras petelur.
Nanang berharap program hebat kampung unggas tersebut mendapat sambutan positif dari masyarakat, khususnya para peternak.
“Kalau NTB mandiri telur dan daging, jelas akan berimbas pada Kabupaten Lombok Utara juga,” jelas H. Nanang.
Sebelumnya saat meninjau kampung unggas di Desa Teruwai Lombok Tengah pekan lalu, Wakil Gubernur NTB, Dr.Hj.Siti Rohmi Djalilah berjanji akan menjembatani para peternak untuk memasarkan hasil ternak seperti; telur, ataupun daging, dengan menggandeng mitra. Saat itu, Umi Rohmi sapaan akrab Wagub perempuan pertama di Bumi Gora itu berjanji akan berupaya membuka kerjasama dengan para investor seperti pengusaha rumah makan dan restoran di hotel- hotel. “Jika nanti konsep ini berjalan maka Desa Teruwai bukan lagi sebagai kampung unggas namun naik kelas menjadi satelit unggas, karena dijadikan pusat serta desa percontohan,” pungkasnya.
Berdasarkan data dari Kepala Desa Teruwai, M. Artha menyebutkan di desanya sendiri terdapat 34 kelompok tani, 11 diantaranya merupakan peternak unggas. Disebutkannya rata- rata produksi telur per minggu yang dihasilkan kelompok tersebut mencapai 1.200 butir, sedangkan untuk produksi daging mencapai 200 ekor per hari. Karenanya, Artha meminta agar semua unsur harus saling mendukung untuk terbentuknya industri unggas berskala besar seperti Satelit Unggas.
“Semoga satelit unggas yang digagas dampak positifnya lebih besar lagi terhadap kemajuan ekonomi warga. Apalagi mayoritas warga teruwai berprofesi sebagai petani ternak, dan itu cukup membantu untuk tambahan mereka,” ungkap kades
Sedangkan untuk daging ayam kampung unggas Teruwai setiap bulannya hanya mampu memproduksi 10 ribu ekor.
“Angka 10 ribu, bagi kami masih kurang untuk menyuplai daging di daerah sendiri. Perlu peningkatan produksi, apalagi tahun 2020 target pasar kita, sebagai peyuplai daging untuk Bali dan NTT,” pungkasnya. (rif)