Mataram, katada.id – Pejabat BNI KCP Woha Arif Rahman resmi ditahan oleh penyidik Kejari Bima, Selasa (22/4). Ia tersandung kasus dugaan korupsi dana KUR tahun 2021.
Kajari Bima Ahmad Hajar Zunaidi mengatakan, AR (Arif Rahman) telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan.
“Pada hari Selasa tanggal 22 April 2025, Tim Penyidik pada Kejaksaan Negeri Bima telah melakukan penahanan terhadap tersangka atas nama AR pada perkara Dugaan Penyalahgunaan Dana KUR Nasabah Bank BNI KCP Woha Periode 2021,” kata dia dalam keterangan tertulisnya.
Ia mengatakan tersangka AR akan dilakukan penahanan selama 20 hari di Rutan kelas II B Raba Bima. “Penahanan AR terhitung sejak tanggal 22 April 2025 sampai dengan tanggal 11 Mei 2025 dan dapat diperpanjang,” jelas dia.
Tersangka AR selaku Pgs. Penyelia Pemasaran BNI KCP Woha Tahun 2021 disangka melanggar Primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Ia juga dijerat Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain Arif, penyidik juga menetapkan Direktur PT Al Isra, Asrarudin sebagai tersangka. Ia menjadi tersangka kedua dalam kasus yang merugikan keuangan negara Rp 450 juta.
Dari hasil penyidikan kejaksaan, terungkap peran tersangka Asrarudin. Ia diduga mengambil semua uang pinjaman dari sembilan nasabah. Dengan rincian, delapan orang nasabah diambil masing-masing Rp 50 juta dan satu nasabah lagi Rp 25 juta. Kendati demikian, Asrarudin belum dilakukan penahanan.
Kasus ini bermula pada tahun 2021, ketika sembilan nasabah mengajukan kredit KUR untuk program pertanian jagung. Mereka mengajukan bahan pinjaman secara kolektif melalui seorang warga bernama AA, yang berasal dari Kecamatan Bolo, Bima. Bahan pengajuan itu kemudian diserahkan lagi kepada seorang warga Desa Rasabou, inisial Y.
Setelah bahan diserahkan, para nasabah diminta untuk datang ke kantor BNI KCP Woha guna menandatangani akta kredit. Pihak bank kemudian menerbitkan buku rekening dan kartu ATM untuk para nasabah. Namun, buku rekening dan ATM tersebut diminta kembali oleh Y dengan alasan menunggu pencairan dana.
Meski sudah menunggu lama, dana KUR tak kunjung cair. Para nasabah pun baru menyadari adanya masalah ketika mereka mengajukan kredit di bank lain dan diberitahu bahwa mereka tercatat memiliki utang sebesar Rp 50 juta di BNI Woha.
Kasus ini diperkirakan merugikan negara sekitar Rp 450 juta, dengan sembilan nasabah yang menjadi korban kredit fiktif. (red)