Mataram, katada.id – Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengagendakan penyitaan buku rekening para petani yang menerima dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) BNI tahun 2020.
Rencana penyitaan ini dibenarkan Juru Bicara Kejati NTB Agung Sutoto Kamis (10/3/2022). Ia mengatakan, agenda penyitaan itu menjadi rangkaian penyidik yang kini sedang berupaya mengungkap peran tersangka dalam kasus korupsi dana KUR perbankan bantuan kementerian di tahun 2020 tersebut. “Dalam penyitaan buku rekening itu nantinya akan dilengkapi dengan surat resmi penyitaan,” terangnya.
Meskipun masih dalam agenda, namun penyidik kejaksaan sudah mengetahui keberadaan dari buku rekening penerima dana KUR BNI itu.
Keberadaan rekening tersebut masih menumpuk di gudang BNI Mataram. ’’Penyitaan ini untuk kepentingan penyidikan. Dokumen tersebut dibutuhkan untuk memperkuat alat bukti,’’ ungkapnya.
Dalam perkembangan lainnya, penyidik kejaksaan telah mengumpulkan sejumlah dokumen dari analis kredit standar bank penyalur.
“Dokumennya itu berkaitan dengan bagaimana proses verifikasi data-data nasabah, penerima dari kalangan petani,” ujarnya.
Sebelum menyerahkan, staf analis kredit standar dari bank penyalur telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Dalam pemeriksaannya, mereka turut didampingi staf biro hukum (Legal Officer).
Lebih lanjut, Agung menyampaikan progres dari penyidikan kasus dugaan korupsi dana KUR ini masih akan berlanjut pada pemeriksaan saksi. Tujuan akhirnya untuk menelisik kerugian negara maupun peran tersangka.
Pemeriksaannya pun berlangsung sejak awal Maret 2022 dan masih akan berjalan marathon. Empat dari lima kepala desa juga telah diperiksa. Mereka berasal dari wilayah penerima dana KUR di wilayah Lombok Timur.
Semula, kasus dana KUR Fiktif BNI ini ditangani Kejari Lombok Timur. Pada tahun 2021 lalu, penanganan diambil alih Kejati NTB.
Kasus dugaan korupsi ini bermula pada bulan Agustus 2020. Ketika itu, dirjen salah satu kementerian melakukan pertemuan dengan para petani di wilayah selatan Lombok Timur. Dalam pertemuan itu, dirjen tersebut memberitahukan terkait adanya program KUR untuk para petani.
Informasi itu lalu ditindaklanjuti dengan pengajuan nama petani yang diusulkan mendapatkan kredit itu. Untuk petani jagung sekitar 622 orang yang tersebar di 5 desa di Kecamatan Jerowaru. Yang paling banyak adalah petani jagung di Desa Ekas Buana dan Sekaroh Kecamatan Jerowaru. Setiap petani dijanjikan pinjaman sebesar Rp 15 juta per hektar dengan total luas lahan mencapai 1. 582 hektar.
Para petani yang terdata sebagai penerima KUR diwajibkan untuk menandatangani berkas-berkas pendukung untuk kelancaran pengajuan pinjaman tersebut. Proses penandatanganan dilakukan oleh petani jagung di 5 desa di wilayah Kecamatan Jerowaru yang melibatkan pihak ketiga atau off taker. Yaitu PT ABB serta oknum pengurus HKTI NTB sebagai mitra pemerintah dan Bank BNI Cabang Mataram sebagai mitra perbankan dalam penyaluran KUR.
Saat proses pengajuan KUR ini, pihak BNI yang langsung turun meminta tanda tangan para petani dengan dilengkapi berkas pinjaman. Skema KUR tani melibatkan pihak ketiga atau off taker, yaitu PT ABB. Perusahaan atau off taker ini kuat dugaan ditunjuk langsung dari pihak kementerian, termasuk juga salah satu organisasi di NTB yang bergelut di bidang pertanian.
Persoalan mulai muncul ketika sejumlah petani yang ingin mengajukan pinjam di Bank BRI namun tidak bisa diproses. Mereka dinilai keuangannya bermasalah karena memiliki pinjaman dan tunggakan KUR di Bank BNI.
Tunggakan merekapun beragam, mulai dari Rp 15 juta hingga Rp 45 juta. Tergantung dari jumlah luas lahan yang dimiliki. Sementara para petani ini mengaku tidak pernah menerima dana kredit itu. (aw)