Kejati NTB Periksa Kepala Bapenda dan BPN Lombok Utara terkait Kasus Sewa Lahan Gili Trawangan

0
Plh. Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB, Supardin. (istimewa/katada.id)

Lombok Utara, katada.id – Kejati NTB memanggil saksi kasus dugaan korupsi sewa lahan di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara, NTB.

Dua orang saksi diperiksa, Selasa (22/2/2022). Yakni Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lombok Utara, Evi Winarni (koreksi: bukan Hermanto) dan Kepala Badan Pertanahan Lombok Utara, Supriadi.

Keduanya datang ke Kejati NTB pagi tadi dan mulai diperiksa sekitar pukul 09.00 Wita. ’’Ada dua orang diperiksa hari ini. Kepala BPN dan Bapenda Lombok Utara,’’ ungkap Plh. Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB, Supardin.

Keduanya diperiksa sebagai saksi karena keterangan mereka dibutuhkan dalam penyidikan ini. ’’Keduanya selesai diperiksa siang,’’ terangnya.

Ia menegaskan, pemeriksaan saksi masih berlanjut. Penyidik akan mengagendakan lagi pemeriksaan saksi lain. Diantaranya, masyarakat penyewa lahan, Kepala Desa Gili Indah, Direktur PT Gili Trawangan Indah (GTI), dan pejabat Pemkab Lombok Utara.

’’Kalau untuk masyarakat yang memberikan sewa lahan tetap akan diperiksa. Semua sudah dibuatkan jadwal pemeriksaanya,’’ ujarnya.

Sebelumnya, Kejati NTB Direktur PT GTI, Winoto dan Kepala Desa Gili Indah, Wardana. Keduanya diagendakan untuk diperiksa sebagai saksi, Senin (21/2/2022). Namun keduanya berhalangan hadir karena sakit.

Sewa Aset Secara Ilegal Capai Rp1 Miliar per Tahun

Dalam kasus ini, Kejati NTB menemukan penyimpangan dalam pengelolaan aset Pemprov NTB tersebut. Lahan seluas 65 hektare ini diduga disewakan serta diperjualbelikan. Lahan tersebut objek kerja sama Pemprov NTB dengan PT GTI sejak tahun 1995 sampai 2021.

Satu bidang lahan ada yang disewakan Rp800 juta sampai Rp1 miliar per tahun. Pihak yang menyewakan lahan dipastikan tidak memiliki alas hak. Sebab, lahan tersebut merupakan aset Pemprov NTB dalam bentuk Hak Pengelolaan Lahan (HPL).

Sejauh ini, Kejati NTB sudah mengantongi sejumlah dokumen sebagai bukti dugaan jual beli dan penyewaan lahan. Dokumen ini memuat pernyataan jual beli dan sewa lahan. Dalam dokumen itu juga tertera tanda tangan pejabat pemerintah desa.

Perjanjian jual beli lahan di area seluas 65 hektare ini teridentifikasi tidak sah. Sebabnya, pemberi sewa lahan hanya menguasai secara fisik. Sementara lahan tersebut merupakan aset Pemprov NTB dengan alas hak Hak Pengelolaan Lahan (HPL).

Sementara, di atas lahan tersebut, berdiri sejumlah usaha jasa penginapan, perniagaan, restoran, serta tempat hiburan. Sekurangnya 80 persen dari total lahan dikuasai pihak lain yang tidak berhak mengelola lahan tersebut. (sm)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here