Bima, katada.id – Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Bima, H. Rafidin S. Sos angkat bicara soal laporan dugaan korupsi tunjangan perumahan DPRD Bima. Ia menjelaskan, 45 anggota dewan tidak pernah mendapatkan dana untuk belanja sewa rumah. Tetapi hanya mendapatkan dana tunjangan perumahan. ”Belanja sewa rumah dengan tunjangan perumahan itu dua hal yang berbeda,” terang Rafidin, Senin (21/11/2022).
Sekretaris DPD Partai Amanat Nasional (PAN) Kabupaten Bima ini mengatakan, jika bunyinya anggaran belanja sewa rumah, maka dewan diwajibkan untuk menyewa rumah dan membuat bukti berupa kwitansi sewa-menyewa. ”Kalau yang namanya tunjangan perumahan, kita menerima dana utuh dalam bentuk tunjangan. Itu sama dengan kita menerima dana untuk tunjangan transportasi dan tunjangan-tunjangan lainnya yang merupakan hak setiap anggota DPRD,” ujarnya.
Hal ini, menurut dia, bukan dibuat-buat. Tetapi merujuk pada peraturan perundang-undangan. Seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.
”Di Kabupaten Bima telah diatur dalam Perda Nomor 2 Tahun 2017 dan Peraturan Bupati Nomor 37 Tahun 2017 yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Perbup Nomor 1 Tahun 2020,” ungkapnya.
Berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2017 tersebut, pimpinan dan anggota DPRD di seluruh Indonesia berhak mendapatkan penghasilan dan tunjangan-tunjangan. Salah satunya adalah disediakannya tunjangan kesejahteraan berupa rumah negara dan perlengkapannya.
Namun apabila Pemerintah Daerah belum dapat menyediakan rumah negara, maka kepada pimpinan dan anggota DPRD tersebut diberikan tunjangan perumahan dalam bentuk uang dan dibayarkan setiap bulan. Terhitung mulai tanggal pengucapan sumpah/janji. ”Dan itu yang berlaku di kita Kabupaten Bima saat ini, termasuk di hampir seluruh kabupaten / kota di Indonesia,” tegas mantan jurnalis ini.
Kalau pun tunjangan perumahan yang diterima anggota dewan ini dianggap menjadi persoalan, Rafidin mengatakan, maka seluruh anggota DPRD di NTB ini, bahkan di seluruh Indonesia juga akan menjadi persoalan. ”Karena semuanya mendapatkan tunjangan perumahan, walau pun nilainya berbeda-beda sesuai kondisi daerah dan indikator-indikator yang menjadi dasar perhitungannya,” bebernya.
Terkait besaran nilai tunjangan perumahan, PP Nomor 18 Tahun 2017 tidak menentukan secara spesifik berapa nilainya dan mendelegasikan hal itu untuk diatur dalam peraturan bupati. Namun demikian, PP Nomor 18 Tahun 2017 memberikan panduan bahwa besaran tunjangan perumahan itu harus sesuai standar harga sewa rumah negara bagi pimpinan dan anggota DPRD. Tentunya juga memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas, dan lain-lainnya.
”Dengan titik tekan, besaran tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD kabupaten/kota tidak boleh melebihi besaran tunjangan perumahan pimpinan dan anggota DPRD provinsi,’’ jelasnya.
Menurutnya, besaran tunjangan perumahan yang berlaku bagi pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Bima selama ini nilainya tidak melebihi besaran tunjangan perumahan pimpinan dan anggota DPRD Provinsi. Sebagaimana amanat PP Nomor 18 Tahun 2017.
”Penentuan besaran nilai tunjangan perumahan ini tidak ditentukan sepihak berdasarkan pertimbangan subyektif kita. Tapi melalui penelitian, kajian dan survey lapangan dengan menggunakan berbagai metode atau variabel yang terukur dan dapat dipertanggungjawabkan. Itu dilakukan oleh tim dari kalangan akademisi,” jelasnya.
Pada tahun 2019 lalu, ia mengaku, Sekretariat DPRD Kabupaten Bima bekerja sama dengan Tim dari sejumlah akademisi di Bima untuk melakukan kajian akademis tentang taksiran tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Bima. ”Rekomendasi dari hasil kerja tim inilah yang menjadi salah satu pijakan bagi Pemerintah Daerah menetapkan nilai besaran tunjangan perumahan tersebut,” terangnya.
Rafidin mengatakan, dari 10 kota dan kabupaten di NTB, hanya Kabupaten Bima yang terendah tunjangan perumahan dewan. ”Tunjangan perumahan kita berdasarkan slip gaji yang diterima sekitar Rp9,650 juta per bulan. Itu sudah terhitung pemotongan pajak 10 persen,” ujarnya.
Sangat beda, lanjut dia, kalau pemerintah daerah menyediakan perumahan dinas dewan, tetapi tunjangan perumahan diberikan juga, maka hal itu akan menjadi masalah dan temuan.
”Saya sebagai anggota dprd Kabupaten Bima berterima kasih kepada warga bima yang melaporkan dugaan penyalahgunaan APBD melalui tunjangan dewan, agar ke depan DPRD bima atau se NTB punya sikap otokritik,” ujarnya.
Dia menambahkan, soal laporan ini hanya miskomunikasi saja. Pelapor mengira anggaran tersebut merupakan sewa rumah. ”Kembali saya tegaskan, anggaran ini bukan untuk sewa rumah, namun tunjangan perumahan dewan,” tegasnya. (ain)