Mataram, katada.id- Koalisi Rakyat NTB untuk Demokrasi menggelar aksi bertajuk “Aksi Damai dan Mimbar Keadilan” di depan Markas Polda NTB, Sabtu (20/9). Aksi ini diikuti berbagai elemen mahasiswa, LSM, dan masyarakat sipil. Dalam aksinya massa menuntut keadilan pasca gerakan Agustus Kelam di Kota Mataram Agustus lalu.
Puluhan massa memadati Mapolda NTB sejak pukul 09.30 hingga 12.00 WITA. Mereka bergantian menyampaikan aspirasi, tuntutan hingga berdialog secara terbuka bersama perwakilan Polda NTB.
Ungkap Dalang Pembakaran Gedung Udayana
Koalisi rakyat NTB menilai bahwa pembakaran Gedung DPRD NTB (30/8) bukan dilakukan oleh mahasiswa, melainkan ada indikasi penyusupan gerakan oleh pihak tertentu.
“Kalau polisi mau menegakkan hukum, jangan hanya menonjolkan narasi pengrusakan dan penjarahan. Sampaikan fakta lengkap, siapa dalang sebenarnya dari pembakaran kantor DPRD NTB,” tegas Taufan Abadi dalam orasi ilmiahnya.
Direktur LPW NTB itu juga menyoroti penetapan 20 tersangka dalam insiden pengerusakan dan penjarahan di DPRD NTB dan pengerusakan di Mapolda NTB.
“Mayoritas demonstran beradab. Jangan samakan mereka dengan provokator atau penyusup. Polisi tidak boleh hanya berpatokan pada potongan video singkat dalam penetapan tersangka” tegasnya.
Minta Pembebasan Massa Aksi
Koalisi itu juga menekankan pembebasan massa aksi yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Menurut mereka, langkah hukum yang diambil polisi tidak proporsional karena masih ada mekanisme penyelesaian lain.
“Demonstran bukan penjahat. Mereka berjuang untuk konstitusi. Yang seharusnya ditangkap adalah provokator dan pihak yang memanfaatkan situasi,” ujar Bintang, koordinator lapangan.
Dia, menekankan gedung DPRD sudah terbakar sebelum massa aksi tiba di lokasi. Karena itu, polisi diminta profesional, independen.
“Polisi tidak boleh tebang pilih dalam mengusut peristiwa tersebut,” bebernya.
Segera Bentuk TGPF dan Reformasi Polri
Selain menyoroti kasus pembakaran, Koalisi juga menuntut Gubernur NTB membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) di tingkat daerah. Hal itu dinilai penting untuk mengungkap berbagai kejanggalan dalam aksi Agustus 2025.
“Pembentukan TGPF adalah bentuk keseriusan pemerintah daerah. Publik butuh penjelasan yang transparan, bukan narasi sepihak,” ujar Yunita, perwakilan LPW NTB.
Massa juga menyerukan desakan untuk reformasi kelembagaan Polri, pergantian Kapolri, serta transparansi kinerja kepolisian. Mereka menyinggung sejumlah kasus yang dinilai mandek di Polda NTB, seperti kematian Brigadir Nurhadi dan Muardin pada kerusuhan Pilkades di Bima.
“Reformasi Polri harus menyentuh sistem pengawasan internal maupun eksternal agar kepercayaan publik pulih,” tambah Taufan.
Sementara itu koordinator umum Koalisi Rakyat NTB Supriadin menegaskan tujuh tuntutan Koalisi Rakyat NTB yaitu:
1. Mendesak Polisi merilis catatan aksi dan kasus pembakaran DPRD NTB secara berimbang, tidak hanya menonjolkan narasi pengrusakan.
2. Mendesak Gubernur NTB membentuk TGPF independen.
3. Mengusut tuntas penyebab kebakaran Kantor DPRD NTB.
4. Mengevaluasi gaji dan tunjangan DPRD provinsi hingga kabupaten.
5. Menuntaskan kasus mandek, termasuk kematian Muardin dan Brigadir Nurhadi.
6. Mengedepankan pemulihan keadaan dengan membebaskan massa aksi yang ditetapkan tersangka.
7. Reformasi kelembagaan legislatif, sistem pemilu dan kepartaian, serta reformasi Polri termasuk pergantian Kapolri.
“Penegakan hukum harus adil tanpa diskriminasi. Demokrasi di NTB tidak boleh dicederai oleh penyelesaian kasus yang setengah hati,” tutup Supriadi. (*)













