Lombok Barat, katada.id- Komisi IV DPR RI yang dipimpin Titiek Soeharto Prabowo melakukan kunjungan kerja ke Balai Benih Ikan (BBI) Batu Kumbung, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, Senin (11/11). Kunjungan ini bertujuan meninjau langsung kegiatan pembenihan dan pengelolaan ikan air tawar di balai milik Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Rombongan itu diterima Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) NTB, Muslim, ST., M.Si., Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Sekretaris Daerah Provinsi NTB. Dalam kesempatan tersebut, rombongan juga melaksanakan panen ikan, pemberian pakan, dan menyerahkan bantuan calon indukan ikan kepada pengelola balai.
Dalam sambutan selamat datang, Sekretaris Daerah Provinsi NTB menyampaikan apresiasi atas perhatian Komisi IV terhadap sektor kelautan dan perikanan daerah. Ia juga menyampaikan salam dari Gubernur NTB yang berhalangan hadir karena masih berada di IKN Kalimantan Timur.
“Kami menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada Komisi IV DPR RI atas perhatian dan dukungannya. Kunjungan ini sangat berarti bagi kami di daerah yang terus berupaya memperkuat sektor kelautan dan perikanan,” ujar Sekda NTB.
Dalam kesempatan yang sama, ia menyoroti beberapa persoalan yang dihadapi pelaku usaha perikanan di NTB. Mulai dari tingginya harga pakan ikan, keterbatasan anggaran daerah, hingga akses terhadap infrastruktur dan bahan bakar kapal nelayan.
“Harga pakan yang tinggi masih menjadi keluhan utama pembudidaya ikan di NTB. Selain itu, kami juga menghadapi keterbatasan anggaran dan sarana pendukung seperti BBM untuk kapal nelayan,” tambahnya.
Ia juga menekankan pentingnya industrialisasi dan perluasan akses pasar, terutama bagi produk unggulan lokal seperti udang vaname, yang saat ini menghadapi tantangan ekspor ke Amerika Serikat.
Daerah Kehilangan Banyan Potensi Pendapatan
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, Muslim, mengungkapkan bahwa daerah saat ini kehilangan banyak potensi penerimaan akibat adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Regulasi itu, kata dia, mencabut kewenangan daerah untuk memungut retribusi perizinan usaha sektor kelautan dan perikanan.
“Sebelumnya, dalam UU Nomor 28 Tahun 2009, daerah masih diberi kewenangan memungut retribusi perizinan tertentu. Tapi kini kewenangan itu dihapus. Padahal, potensi sumber daya laut kita besar dan bisa memberi nilai tambah ekonomi bagi daerah,” tegas Muslim.
Ia menilai kondisi tersebut bukan hanya terjadi di NTB, melainkan juga di seluruh provinsi yang memiliki potensi sumber daya pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Soeharto Prabowo, menyatakan memahami aspirasi yang disampaikan Pemerintah Provinsi NTB. Ia menegaskan bahwa persoalan ini akan dibahas dalam rapat Komisi IV mendatang.
“Kami memahami kegelisahan daerah. Pemerintah daerah seharusnya mendapat hak dan nilai tambah dari pengelolaan sumber daya alamnya, termasuk sektor kelautan dan perikanan,” ujar Titiek.
“Masalah ini akan kami agendakan secara khusus dalam rapat Komisi IV agar ada kejelasan regulasi dan pembagian manfaat yang adil antara pusat dan daerah,” tambahnya. (*)













