Katada

Korupsi Dana Desa, Mantan Kades Babussalam Dituntut 5 Tahun Penjara, Dua Anak Buahnya Dituntut Tinggi

Ilustrasi. (net/google)

Lombok Barat, katada.id – Mantan Kepala Desa (Kades) Babussalam, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Zaini dituntut 5 tahun penjara.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Mataram menyatakan terdakwa Zaini melakukan korupsi dana desa secara bersama-sama tahun 2018-2019.

Terdakwa Zaini dituntut juga membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 162,35 juta subsider 6 bulan kurungan.

Sementara, anak buahnya Muksin yang merupakan mantan Sekdes Babussalam dituntut pidana penjara 5 tahun 6 bulan (5,5 tahun) dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan. Ia juga dituntut membayar uang pengganti Rp 169,28 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.

Sedangkan mantan bendahara Desa Babussalam Heri Irawan dituntut 6 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan. Heri dituntut juga membayar uang pengganti Rp 589,3 juta subsider 1 tahun kurungan.

“Tiga terdakwa dinyatakan terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 64 ayat (1) KUHP Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana tersebut dalam dakwaan primair,” ucap JPU Muhammad Harun Al Rasyid dalam tuntutannya yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Mataram, Jumat (26/7).

Sementara, penasihat hukum terdakwa Muhammad Zaini, Lalu Ahzabudin Tarmizi menilai tuntutan jaksa tidak sesuai fakta persidangan. “Klien saya sebagai kepala desa hanya semata-mata menjadi penanggung jawab,” sorotnya.

Ia menegaskan aliran uang tidak ada yang masuk ke kliennya saat menjabat Kades Babussalam. Semua pekerjaan proyek desa pun telah dilaksanakan, namun volume pekerjaan saja yang menjadi catatan.  ”Peran yang dilakukan klien kami sebagai kepala desa sudah dilakukan semua. Murni administrasi,” ujarnya.

Tarmizi juga menyoroti kerugian negara dengan hasil audit awal dinilai sangat jauh. ”Kerugian negara sampai Rp 900 juta, padahal audit itu awalnya Rp 600 juta,” protesnya. (ain)

Exit mobile version