Korupsi Tunjangan Guru, Mantan Kepala Kemenag Bima Disidang

0
Mantan Kepala Kemenag Bima H. Yaman H. Mahmud disidang di Pengadilan Tipikor Mataram.

Katada.id, Mataram – Tiga orang mantan pejabat Kemenag Bima menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin (14/10). Ketiganya H. Yaman H. Mahmud, H. Irfun dan Fifi Faridah.

Para terdakwa disidang karena melakukan pemotongan tunjangan khusus guru madrasah di Bima. Akibat dari perbuatan ketiga terdakwa, negara dirugikan Rp 615 juta.

Sidang tersebut dipimpin Anak Agung Rajendra. Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) Wayan Suryawan. Dalam dakwaan JPU diuraikan kronologis pemotongan tunjangan guru. Pada tahun 2010 Kemenag Bima mendapat anggaran dari pemerintah pusat atau APBN sebesar Rp 648 juta. Anggaran itu untuk program pembayaran kegiatan pemberian tunjangan khusus bagi guru madrasah non PNS.

Kemudian Kepala Kemenag saat itu H. Yaman menerbitkan SK. Selanjutnya meminta kepada kepala sekolah madrasah untuk mengusulkan nama guru non PNS yang tidak menerima tunjangan profesi dan fungsional untuk melengkapi berkas.

Berkas para guru itu diserahkan kepada tim verifikasi yang didalamnya ada H. Irfun sebagai pengarah dan Fifi sebagai sekretaris. Sedangkan ketua tim verifikasi yakni H. Jufri serta anggota Ikhsan dan M. Syarifudin.

Mantan PNS Kemenag Bima H. Irfun dan Fifi disidang di Pengadilan Tipikor Mataram.

’’Pada Februari 2010 tim verifikasi mengeluarkan laporan hasil verifikasi data guru. Lalu ditetapkan sebanyak 25 orang penerima tunjangan khusus periode Januari hinga Juni 2010,’’ kata JPU Suryawan.

Pada 2 Juli diterbitkan surat pencairan untuk tahap pertama sebesar Rp 202.500.000. Anggaran itu dicairkan tanpa potongan melalui rekening bendahara. Kemudian dibayarakan kepada 25 guru non PNS masing-masing Rp 8.100.000.

Selanjutnya, pada 31 Agustus H. Yaman mengubah data guru non PNS berdasarkan usulan dari tim verifikasi. Dari jumlah awalnya 25 orang menjadi 40 orang. Kemudian pada 9 Desember dibayar Rp 445.000.000 dan dicairkan langsung kepada rekening masing-masing penerima.

Namun pelaksanaan program tersebut bermasalah. Pada saat penyaluran pembayaran kepada 25 penerima, mereka dipanggil satu per satu ke kemenag bima guna menerima tunjangan khusus yang besarnya jumlahnya telah disiapkan. ‘’Para guru menerima uang yang sudah dimasukan ke dalam amplop dan diminta tanda tangan daftar tanda terima,’’ bebernya.

‘’Jumlah yang tertera dengan yang diterima berbeda. Seharusnya menerima Rp 8,1 juta, tetapi telah dipotong tanpa dasar secara sepihak yang besarannya bervariasi dan H. Irfun dan Fifi,’’ ungkapnya.

Selain itu, SK verifikasi guru penerima tunjangan menyalahi aturan. Pada pencairan tahap kedua terdapat nama-nama yang sama seperti pencairan tahap pertama. Serta ada SK pengganti penerim tunjangan khusus tahap pertama. Secara keselurahan jumahnya 42 orang. Di samping itu terdapat 4 orang yang masing-masing menerima tanjangan khusus untuk angka waktu 6 bulan, padahal mereka telah menerima tunjangan profsi.

‘’Perbuatan terdakwa H. Irfun dan Fifi bersama dengan H. Yaman merugian negara Rp 615 juta. Kerugian itu berdasarkan hasil audit BPKP NTB pada tahun 2018,’’ tutup JPU. (sae)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here