Bima, katada.id – Komisi Pemberantasan Korupsi kembali mengingatkan dan menegaskan kepada seluruh pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan memiliki risiko sanksi pidana. Hal ini didasari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hadiah atau bingkisan yang diterima oleh pegawai negeri dan penyelenggara negara akan langsung dianggap gratifikasi atau suap jika tak dilaporkan kepada KPK selama 30 hari kerja sejak diterima. Penegasan ini disampaikan terkait dengan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1441 H.
’’Bukan hanya hadiah atau bingkisan, permintaan dana sebagai Tunjangan Hari Raya (THR) atau dengan sebutan lain oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara baik secara individu maupun mengatasnamakan institusi negara atau daerah kepada masyarakat, perusahaan baik secara tertulis atau tidak, juga memiliki risiko sanksi pidana,’’ kata Plt juru bicara bidang pencegahan KPK Ipi Maryati dalam keterangan persnya, Kamis (14/5).
Dalam agama Islam memang tak ada larangan menerima hadiah. Namun hadiah yang bisa mempengaruhi keputusan terkait jabatan seseorang, masuk dalam kategori gratifikasi yang melanggar undang-undang.
’’Hadiahnya bisa berupa uang tunai, bingkisan makanan minuman, parsel, fasilitas, atau bentuk pemberian lainnya dari rekanan/pengusaha/masayarakat yang berhubungan dengan jabatannya,’’ terangnya.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi bertentangan dengan kode etik dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Selain larangan menerima gratifikasi, KPK juga melarang pegawai negeri dan penyelenggara negara untukk mengggunakan mobil dinas untuk mudik.
Aturan mengenai gratifikasi tertuang dalam Pasal 12B ayat (1) Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di dalamnya tertera setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap. Apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Kemudian, dalam Pasal 12 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 disebutkan penerima gratifikasi akan didenda dengan pidana seumur hidup atau penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang ingin melaporkan hadiah terkait jabatan bisa melalui situs KPK. Selain akses tersebut, pelaporan juga bisa juga dilakukan melalui Unit Pengendalian Gratifikasi di instansi masing-masing, kemudian akan diteruskan kepada KPK. Untuk melaporkannya, penyelenggara negara harus menggunakan formulir gratifikasi yang dapat diunduh di situs KPK. (red)