Kota Bima, katada.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa istri mantan Wali Kota Bima Muhammad Lutfi, Hj. Eliya.
Calon DPR RI dari Partai Golkar ini diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi dugaan gratifikasi dan korupsi pengadaan barang dan jasa yang menjerat sang suaminya, Jumat (10/11).
Pemeriksaan Hj. Eliya dibenarkan Penasihat Hukumnya Abdul Hanan. Ia menerangkan, kliennya menjalani pemeriksaan di Mako Brimob Batalyon C pelopor Bima, Jumat (10/11).
“Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MLI (Muhammad Lutfi, Red),” terangnya dihubungi melalui telepon selulernya.
Hj Eliya dicecar penyidik KPK selama satu jam. Ia memenuhi panggilan sekitar pukul 14.00 Wita dan selesai diperiksa sekitar pukul 15.00 Wita.
Hanan yang ditanya seputar pemeriksaan Hj. Eliya enggan membeberkannya. Ia menyarankan agar materi pemeriksaan ditanyakan kepada penyidik KPK. “Untuk materi pemeriksaan itu kewenangan KPK,” jelasnya.
Sejak Muhammad Lutfi ditahan, istrinya Eliya baru sekali diperiksa sebagai saksi. Namun sebelumnya, ia pernah diperiksa di Polda NTB pasca suaminya ditetapkan sebagai tersangka. ’’Baru sekali diperiksa sejak klien kami Pak Lutfi ditahan,’’ tandasnya.
Sebagai informasi, mantan Wali Kota Bima Muhammad Lutfi terlibat skandal korupsi yang melibatkan keluarga intinya. KPK menyebut Muhammad Lutfi menerima gratifikasi sebesar Rp 8,6 miliar.
Uang dugaan suap dan gratifikasi tersebut hasil setoran dari para kontraktor yang dimenangkan dalam tender. Para kontraktor mengirimkan uang melalui rekening keluarga inti dan orang kepercayaan Muhammad Lutfi.
“Teknis penyetoran uangnya melalui transfer rekening orang-orang kepercayaan MLI (Muhammad Lutfi, red), termasuk anggota keluarganya,” ungkap Ketua KPK Firli Bahuri, Kamis (5/10).
Firli membeberkan bahwa ditemukan pula adanya penerima gratifikasi oleh Muhammad Lutfi. Di antaranya dalam bentuk uang dari pihak-pihak lainnya. “Tim penyidik akan terus melakukan pendalaman atas hal tersebut,” tegasnya.
Menurut KPK, tersangka Muhammad Lutfi yang menjabat Wali Kota Bima periode 2028-2023 mengondisikan proyek yang dikerjakan di Pemkot Bima bersama keluarga inti sejak tahun 2019.
“Awal pengondisian dengan meminta dokumen proyek di berbagai dinas di Pemkot Bima, antara lain PUPR dan BPBD,” terang Firli.
Selanjutnya, Muhammad Lutfi memerintahkan beberapa pejabat Dinas PUPR dan BPBD untuk menyusun berbagai proyek yang memiliki nilai anggaran besar. “Dan proses penyusunan dilakukan di Rumah Dinas Wali Kota Bima,” ungkapnya.
Firli membeberkan, nilai proyek tahun 2019-2020 mencapai puluhan miliar. Kemudian, ia secara pihak langsung menentukan kontraktor yang akan mengerjakan proyek-proyek tersebut.
“Lelang proyek tetap dilakukan sebagai mana mestinya, akan tetapi hanya sebagai formalitas semata. Pemenang lelang tidak menemui kualifikasi persyaratan sebagaimana ketentuan,” ujarnya.
Atas pengondisian tersebut, Muhammad Lutfi menerima setoran uang dari para kontraktor yang dimenangkan dengan jumlah hingga mencapai Rp 8,6 miliar. Di antaranya dari proyek pelebaran jalan Nungga-Toloweri, Pengadaan Listrik dan Penerangan Jalan Umum Perumahan Oi Fo’o.
Tersangka Muhammad disangkakan melanggar pasal 12 huruf i atau pasal 12B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. (ain)