Katada

Krisis Air Bersih di Gili Tramena, KPK Soroti Izin Penyedia: Ada Pelanggaran di Atas Pelanggaran

Tim Satgas Korsup Wilayah V KPK saat turun meninjau penyediaan air di Gili Tramena, Lombok Timur, NTB, pekan lalu. (Dok KPK)

Lombok Utara, katada.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti krisis air bersih di Gili Trawangan, Meno, dan air (Tramena), Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB). Empat bulan terakhir, Gili Trawangan dan Meno mengalami krisis air bersih yang serius. Kondisi ini bahkan mengakibatkan beberapa wisatawan membatalkan kunjungan mereka setelah mengetahui krisis air yang melanda dua pulau tersebut.

Di tengah tingginya kebutuhan air bersih ini, Tim Satuan Tugas (Satgas) Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK menemukan indikasi adanya dugaan pelanggaran dalam proses perizinan antara pemerintah dan pihak swasta sebagai penyedia air bersih di Gili Trawangan dan Meno. Temuan ini mengungkap anomali dalam pengelolaan sumber daya air yang tidak hanya memperburuk krisis, tetapi juga menimbulkan potensi dugaan terjadinya korupsi.

“Kami menemukan adanya indikasi (dugaan) mens rea (niat jahat) dalam proses perizinan yang melibatkan berbagai pihak, baik di tingkat daerah maupun pusat. Praktik ini tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga menciptakan monopoli yang merugikan masyarakat dengan harga air yang tidak wajar dan pelayanan yang buruk,” ujar Ketua Satgas Korsup Wilayah V KPK Dian Patria dalam keterangan tertulisnya yang diterima katada.id, Kamis (22/8).

Saat ini, menurut pihak pemerintah daerah, ada dua penyedia air untuk tiga Gili. Gili Air mendapatkan pasokan air melalui PDAM dengan pipa bawah laut, sedangkan Gili Trawangan dan Gili Meno disuplai oleh pihak swasta. Sebelumnya Gili Meno mendapat suplai dari pihak swasta lainnya, namun kini tengah mogok operasi karena tersandung masalah hukum.

Di sisi lain, selama pendampingan lapangan di tiga gili, Tim Korsup KPK menemukan situasi yang berbeda. Tempat pengeboran pipa bawah laut milik pihak swasta dimaksud di Gili Trawangan telah disegel oleh Tim Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) karena belum mengantongi izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). Namun, diduga pihak tersebut tetap melakukan aktivitas pengeboran secara diam-diam.

“Di Gili Meno, Pemda bilang izinnya sedang diurus buat Portable Reverse Osmosis, tapi di lapangan sudah ada kegiatan. Berarti sama dengan kegiatan tanpa izin. Di Trawangan, diduga di lokasi yang sudah disegel pun mereka tetap bekerja. Jadi ada pelanggaran di atas pelanggaran,” sebutnya.

“Dulu Kementerian PU mau bantu pasang pipa sampai Gili Trawangan, kenapa dihentikan? Dengan alasan suplai air sudah kerja sama dengan pihak swasta. Nah ini, apakah pemberian kontrak tersebut prudent atau ada konflik kepentingan di sana? Jangan sampai ada korupsi di situ,” sambung Dian.

Hal ini akhirnya membuat pelaku usaha dan masyarakat kembali kesulitan mendapat pasokan air bersih, hingga harus memesan air dari pedagang air isi ulang yang disuplai dari daratan Lombok. Tarif air yang tinggi mencapai Rp 12.000 per galon semakin menambah beban ekonomi masyarakat.

“Saat ini pemda memang mengirim air 10-15 kubik air PDAM dengan tong-tong besar melalui boat, tapi kapasitasnya tidak mencukupi dan itu hanya ditujukan untuk masyarakat menengah ke bawah. Sebagai alternatif, saya membeli air galon dari pedagang yang datang dari Lombok untuk tempat usaha. Harganya Rp 12.000 – Rp 15.000 per galon,” kata seorang pemilik restoran dan penginapan di Gili Trawangan.

Koordinator Wilayah Kerja Gilimatra dari Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang, Marthanina juga menyoroti dampak lingkungan akibat pelanggaran perizinan ini. Terumbu karang di kawasan tersebut rusak akibat material lumpur bekas pengeboran pipa bawah laut.

“Permasalahan di Gili Trawangan ini adalah kerusakan ekosistem terumbu karang akibat prakonstruksi pemasangan pipa dimaksud. Dari hasil pengendalian kami selama 2 kali memang sudah didapatkan kerusakan di pengendalian, yang pertama bulan Mei 2024 yaitu 1660 meter persegi, sedangkan di pengendalian kedua pada bulan Juli 2024 kemarin kami dapatkan ada penambahan luas kerusakan akibat lumpur yang tidak dibersihkan menjadi 2360 meter persegi,” jelas Marthanina.

Bahkan jika dilihat dari indeks kesehatan terumbu karang, juga mengalami penurunan yang signifikan. Dari nilai 38 persen dengan kategori kesehatan cukup baik, setelah adanya pengeboran oleh pihak swasta tersebut, indeks ini langsung menurun ke angka 2 persen dan masuk kategori sangat buruk.

Harga Air Pihak Ketiga Lebih Mahal

Ketua Satgas Korsup Wilayah V KPK Dian Patria menjelaskan bahwa sebenarnya terdapat solusi untuk mengatasi krisis air ini tanpa merusak ekosistem laut. “Sumber daya air di Lombok Utara ini sebenarnya surplus. Harusnya masalah di tiga Gili ini bisa diselesaikan. Pemerintah Lombok Utara sudah memasang pipa bawah laut dan mendistribusikan air bersih PDAM ke Gili Air. Pipa ini bisa disambungkan ke Gili Meno dan Gili Trawangan, sehingga masalah air bisa selesai tanpa perlu pihak ketiga yang mengganggu ekosistem laut,” kata Dian.

Harga air bersih di Gili Air hanya Rp 4.000 per meter kubik, jauh lebih murah dibandingkan harga yang ditetapkan oleh pihak ketiga di Gili Meno dan Gili Trawangan, yang mencapai Rp 35.000-Rp 40.000. “Pemerintah seharusnya hadir di sini, jangan hanya menyerahkan air pada pihak ketiga. Air merupakan hak dasar bagi masyarakat,” tegas Dian.

Sebagai informasi, KPK akan terus melakukan koordinasi dan supervisi dalam 8 area Monitoring Center for Prevention (MCP), termasuk sektor perizinan, untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi yang merugikan masyarakat. KPK juga mengajak masyarakat untuk terus mengawasi dan melaporkan segala bentuk penyimpangan yang terjadi di lapangan.

Terkait permasalah ini, KPK sebelumnya sudah mengundang dan berdialog bersama Sekda NTB Lalu Gita Ariadi, Inspektur Inspektorat NTB Ibnu Salim, Sekda Kabupaten Lombok Utara Anding Duwi Cahyadi, OPD terkait, KemenPU, KemenLHK, Direktur PDK KKP, Direktur PRL KKP, BKKPN Kupang, hingga PSDKP Benoa, dalam Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Penertiban Aset, Optimalisasi Pajak dan Perbaikan Layanan Publik di Gili Tramena, Jumat (16/8). (tik)

Exit mobile version