Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Daerah

Kubu Prof Hamsu Nilai Pernyataan Humas Unram Menyesatkan Publik dan Mengaburkan Politik Kampus

×

Kubu Prof Hamsu Nilai Pernyataan Humas Unram Menyesatkan Publik dan Mengaburkan Politik Kampus

Sebarkan artikel ini
Gedung Rektorat Unram, (Foto, Antara)

Mataram, katada.id – Pihak Universitas Mataram (Unram) mengklaim bahwa proses etik terhadap Prof Hamsu Kadriyan telah berjalan sesuai aturan.

Namum kuasa hukum Prof Hamsu, Dr Ainuddin menuding pernyataan tersebut sebagai upaya menyesatkan publik dan menutupi kepentingan politik di balik sanksi etik yang dijatuhkan terhadap guru besar Fakultas Kedokteran Unram ini.

Example 300x600

Ainuddin menyebutkan klaim Humas Unram itu “manuver untuk memanipulasi opini publik akademik. “Pernyataan Kepala Humas Unram kami nilai mengandung informasi menyesatkan dan berpotensi mengaburkan fakta hukum serta politik kampus yang tengah berlangsung,” ujar Ainuddin dalam keterangan tertulis, Senin (20/10).

Proses Etik Dinilai Cacat Hukum

Menurut kubu Prof Hamsu, sanksi etik yang dijatuhkan tidak hanya cacat prosedur, tetapi juga cacat substansi. Mereka membantah klaim Unram yang menyebut proses telah berjalan sesuai ketentuan.

“Klaim bahwa sanksi dijatuhkan sesuai prosedur itu tidak benar dan menyesatkan,” kata Ainuddin.

Ia menilai Majelis Etik yang memeriksa Hamsu dibentuk tanpa dasar hukum yang sah. Tak ada surat keputusan senat, dan pihak Hamsu pun tidak pernah menerima pemberitahuan resmi.

Selain itu, proses pemeriksaan dinilai melanggar asas due process of law sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a-f Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

“Tidak ada proses pemeriksaan yang memenuhi asas keterbukaan, proporsionalitas, dan kepastian hukum,” ujarnya.

SPI Dinilai Tak Berwenang Jatuhkan Sanksi Etik

Kuasa hukum juga menyoroti dasar penjatuhan sanksi yang disebut bersumber dari temuan Satuan Pengawas Internal (SPI). Menurut Ainuddin, SPI merupakan organ administratif, bukan lembaga etik.

“Menjadikan laporan SPI sebagai dasar sanksi etik adalah bentuk penyalahgunaan kewenangan (detournement de pouvoir) dan melanggar asas objektivitas dalam pemerintahan yang baik,” tegasnya.

Permendikbud Nomor 35 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Universitas Mataram, kata dia, dengan jelas menyebut bahwa SPI tidak memiliki fungsi penegakan etik.

 

Lebih jauh, Ainuddin menilai sanksi etik terhadap kliennya sarat dengan kepentingan politik menjelang Pemilihan Rektor Unram.

“Waktu penjatuhan sanksi yang berdekatan dengan tahapan pemilihan rektor menimbulkan dugaan kuat adanya rekayasa politik untuk menyingkirkan calon dengan basis dukungan kuat di kalangan akademisi dan guru besar,” ujarnya.

Klaim Humas Unram yang menyebut sanksi etik tak terkait dengan pemilihan rektor disebutnya sebagai bentuk manipulasi opini publik.

Kuasa hukum juga menuding penanganan kasus ini melanggar prinsip good university governance karena ada konsentrasi kekuasaan etik pada pihak yang memiliki kepentingan langsung.

“Hal ini bertentangan dengan prinsip tata kelola perguruan tinggi yang baik sebagaimana diatur dalam Permendikbud Nomor 16 Tahun 2021,” ucap Ainuddin.

Langkah Hukum dan Seruan Moral

Tim hukum Prof Hamsu memastikan akan menempuh tiga jalur hukum untuk menantang keputusan tersebut. Pertama,

Melapor ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) atas dugaan pelanggaran netralitas dan penyalahgunaan jabatan.

Mengadu ke Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek terkait dugaan pelanggaran asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).

Kedua, menggugat keputusan rektor ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram.

Ainuddin juga menyerukan agar civitas akademika Unram menjaga independensi kampus dari intrik politik.

“Kampus harus menjadi ruang pencarian kebenaran, bukan arena intrik kekuasaan. Kami menolak segala bentuk pembungkaman akademik melalui penyalahgunaan instrumen etik dan administrasi,” katanya.

Ia menegaskan, langkah hukum ini bukan bentuk perlawanan terhadap institusi, melainkan terhadap penyalahgunaan wewenang yang merusak integritas perguruan tinggi.

“Kami tidak sedang berperang dengan universitas, tetapi dengan kebohongan yang menggerogoti integritasnya,” tutup Ainuddin.

Diberitakan sebelumnya, Kepala Humas Unram Dr Khairul Umam menyampaikan bahwa proses Pemilihan Senat telah dilaksanakan sesuai dengan perturan senat yang berlaku.

“Semua tahapan pemilihan Senat Unram dilaksanakan sesuai peraturan senat dan pedoman hukum yang berlaku,” ujar Khairul.

Ia menegaskan, kampus menjunjung tinggi asas transparansi dan akuntabilitas dalam setiap proses pemilihan.

Menanggapi isu guru besar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Unram yang disebut tidak diundang dalam pelantikan anggota senat, Khairul menjelaskan hal itu bukan karena diskriminasi, melainkan karena yang bersangkutan sedang menjalani sanksi etik.

“Terkait dengan guru besar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan yang tidak dipanggil dalam pelantikan senat, hal itu karena yang bersangkutan sedang dalam Sanksi Etik,” jelas Khairul kepada awak media pada Minggu, 19 Oktober 2025.

Kepala Humas Unram itu menyampaikan bahwa penjatuhan sanksi etik kepada Prof. Hamsu Kadriyan sudah dilaksanakan sesuai dengan prosedur peraturan yang berlaku dan Asas Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).

“Penjatuhan sanksi tersebut dilakukan melalui proses yang cukup Panjang, mulai dari temuan SPI untuk kemudian dibentuk Majelis Etik dalam rangka memeriksa yang bersangkutan terkait temuan SPI.” Papar Khairul.

Labih lanjut, ia mejelaskan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dan Rekomendasi Majelis Etik Universitas Mataram, Rektor kemudian menjatuhkan Sanksi Etik kepada yang bersangkutan dan tidak ada hubungannya dengan pemilihan Rektor.

“Selain itu penjantuhan Sanksi Etik tersebut, sudah dikonfirmasi kepada yang bersangkutan.” pungkasnya. (*)

Example 300250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *