Mataram – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram mendesak Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia (BKN RI) untuk mengevaluasi Kepala UPT BKN Mataram, Fathrurahman. Alasannya, sikap dan tindakannya tidak menghargai kerja-kerja jurnalis.
Sekretaris Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram Wahyu Widiantoro mengaku, telah menerima salinan surat klarifikasi dari Kepala UPT BKN Mataram yang dikirim ke Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) NTB pada, Kamis (23/11/2023) petang.
Penjelasan yang disampaikan sangat jauh berbeda dengan kronologi disampaikan korban, M. Kasim, wartawan Suara NTB.
Kasim yang juga Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram saat mengambil gambar telah meminta izin tetapi tidak digubris. Pengambilan gambar plang Kantor BKN pun diambil dari luar kantor yang merupakan ruang publik.
“Kecuali korban masuk ke dalam kantor dan mengambil gambar aktivitas baru dipermasalahkan. Ini korban mengambil gambar dari luar sebenarnya tidak meminta izin saja tidak masalah karena pengambilan gambar dilakukan di ruang publik,” tegas Wahyu.
Ia menegaskan, tindakan Kepala UPT BKN Mataram seolah-olah menutup-nutupi dan berusaha steril dari pantauan jurnalis.
Menurutnya, Kantor UPT BKN Mataram adalah salah satu ruang publik karena berstatus sebagai lembaga, badan, dan atau instansi yang dikelola negara.
Jurnalis dalam menjalankan tugas di ruang publik dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sesuai pasal 4 ayat (3) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dengan tegas menyatakan untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Dalam pasal 6 huruf a menegaskan bahwa peranan pers adalah memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui informasi.
Tindakan Kepala UPT BKN Mataram dan penjaga keamanan adalah bentuk menghalang-halangi kerja jurnalis. Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan tindakan menghambat atau menghalangi kemerdekaan pers memperoleh informasi, dapat dipidana dengan penjara paling lama dua tahun dan denda Rp 500 juta.
“Kepala UPT BKN Mataram semestinya tidak perlu berkelit dan jawaban dalam isi suratnya itu bohong. Korban telah menjelaskan kepada security bahwa hanya mengambil plang Kantor UPT BKN, tidak masuk ke ruang CAT,” jelasnya.
Wahyu mendesak Kepala BKN RI mengevaluasi kinerja Kepala UPT BKN Mataram, Fathurrahaman. Tindakannya dengan dalih aturan undang-undang hanya sebagai tameng dan sama sekali tidak memahami serta menghormati kerja-kerja jurnalis yang menjalankan perintah undang-undang.
“Kami mendesak Kepala BKN RI mengevaluasi Kepala UPT BKN Mataram dari jabatannya,” tegasnya.
Wahyu menilai kekerasaan dan tindakan menghalang-halangi kerja jurnalis di NTB dikhawatirkan mengganggu indeks kebebasan pers di Nusa Tenggara Barat.
Karena itu, ia meminta Kepala BKN Republik Indonesia mengevaluasi kinerja anak buahnya di UPT BKN Mataram. Tindakan pelarangan liputan jurnalis sebagai bentuk sikap arogansi dan melukai hati insan pers di seluruh Indonesia.
Aturan Tidak Sesuai
Ketua KKJ NTB Haris Mahtul mengapresiasi permintaan maaf Kepala UPT BKN Mataram yang disampaikan secara tertulis. Sesuai surat Nomor 11/B-KS.04/SD UPT. MTR/2023.
Namun alasan yang disampaikan dalam kronologi, tidak bersesuaian dengan informasi awal yang diterima sesuai laporan tertulis dari korban.
Karena itu, KKJ NTB mendukung sikap AJI Mataram yang menyesalkan penjelasan kepala UPT BKN Mataram, karena tidak menghargai kerja kerja jurnalistik.
Sebab cerminan sikapnya tidak hanya terjadi pada kasus Muhammad Kasim, namun dialami sejumlah jurnalis lainnya sejak 2022.
“Setidaknya ada empat wartawan yang menyampaikan hal sama. Dilarang liputan. Padahal media-media itu, jelas kredibilitas dan profesionalismenya,” tegas Haris.
Ia menanggapi regulasi yang dipaparkan Kepala UPT dalam suratnya. Bahwa Peraturan BKN Nomor 2 Tahun 2021 dan SE Kepala BKN RI Nomor 8 Tahun 2022, hanya mengatur ketentuan sterilisasi saat pelaksanaan CAT.
Bahwa jurnalis sangat memahami area yang dilarang demi menjaga kenyamanan peserta seleksi. Pun jurnalis tidak akan memaksa masuk ke area itu.
“Dalam kasus Cem (Kasim), itu pengambilan gambar di luar. Demikian juga, wartawan yang dilarang sebelumnya, hanya untuk wawancara Kepala UPT proses dan dinamika selama proses seleksi,” kata Haris.
Karena itu, sikap Kepala UPT BKN Mataram sangat bertentangan dengan Undang Undang Pers yang menjamin kebebasan memperoleh informasi publik.
Sikap Kepala UPT juga bertentangan Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), Nomor 14 Tahun 2008. Bahwa informasi yang ingin diketahui oleh media, bukan termasuk Informasi yang dikecualikan sesuai Pasal 17 UU KIP.
BKN juga tidak masuk kategori objek vital negara yang diproteksi secara berlebihan. Karena itu, KKJ juga mendukung sikap BKN RI segera melakukan evaluasi Kepala UPT BKN Mataram. (ain)