Bima, katada.id – Ratusan mahasiswa yang terhimpun dalam Laskar Tani Donggo-Soromandi (LTDS) kembali menggedor Kantor Bupati Bima, Rabu (10/6). Mahasiswa menyoroti anjloknya harga jagung dan sederet masalah petani dan sektor pertanian yang diabaikan pemerintah kabupaten bima dan pemerintah provinsi NTB.
Para pendemo tiba di kantor Bupati pada pukul 10.25 Wita. Kordinator Lapangan I Satria Madisa dalam orasinya menuturkan, nurani petani yang teraniaya anjloknya harga jagung yang memaksa mereka mengepung Kantor Bupati dalam situasi pendemik untuk kedua kalinya.
“Rp 2.800 sampai Rp 2.900, harga jagung per kilogram, tidak representatif dengan beban, keringat, lelah dan letihnya petani. Harga anjlok karena Bupati dan DPRD kita tidak punya perhatian, sikap, dan kerja-kerja sistemik melindungi petani. Kami mendesak Pemda untuk mencarikan solusi menaikan harga jagung,” bebernya.
Menurut Satria, sapaan akrabnya, setiap tahun anjloknya harga jagung mendera petani Bima. Bahkan menurutnya, bukan saja soal harga, seluruh hal yang menyangkut kebutuhan petani.
“Benih, pupuk bersubsidi, dan harga dipolitisir. Pemda Bima krisis pikiran akomodasi kepentingan petani, di setiap tahun. Malah dugaan korupsi baik benih, pupuk, di Bima mekar di Polda dan Kejagung RI. Bima ramah kaya ‘menjarah’ miskin membangun,” sindirnya.
Orator lainnya, Wahyudin menegaskan kondisi petani dililit beragam masalah, Karena Pemda acuh dan kehilangan arah mengelola sektor pertanian.
“Kabupaten Dompu, memiliki banyak sekali Gudang Pembelian Jagung. Harganya relatif lebih tinggi dibanding harga jagung Bima. Warganya juga tidak terunta-lunta ke daerah orang untuk mengejar selisih harga. Kami minta Pemda Bima untuk menghadirkan beberapa titik gudang pembelian jagung di Bima,” teriaknya.
Menurutnya juga, lima tahun Bima ramah tidak ada prestasi di sektor pertanian. Sekitar Rp8,7 triliun total APBD dikucurkan, petani dan sektor pertanian diabaikan.
Sementara Kordinator Umum, Kur’an Kritiz mewanti-wanti Pemda untuk memperhatikan nasib petani. “Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dikelola secara sembrono. Tahunya menghabiskan APBD. Kontribusinya tidak ada. Kami minta jadikan BUMD untuk menyerap produktifitas petani jagung,” ujarnya.
Dia menambahkan, industrialisasi sektor pertanian harus digenjot untuk mengejar ketertinggalan. “Bangun industri olahan jagung, untuk pemberdayaan petani, sekaligus produk unggulan daerah, untuk kesejahteraan petani dan Pendapatan Asli Daerah,” tegasnya. (rif)