Katada

Mantan Wali Kota Bima Ajukan Kasasi Lawan Vonis 7 Tahun-Uang Pengganti Rp 1,4 Miliar

Terdakwa Muhammad Lutfi menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin (3/6).

Mataram, katada.id – Terdakwa kasus suap dan gratifikasi pengadaan barang dan jasa di Pemkot Bima Muhammad Lutfi mengajukan kasasi.

Mantan Wali Kota Bima ini tak terima dengan vonis Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang menghukumnya selama 7 tahun penjara. Selain itu, hakim juga menghukum terdakwa Lutfi membayar denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 1.411.000.000 subsider 1 tahun kurungan.

Humas Pengadilan Negeri (PN) Mataram Kelik Trimargo membenarkan terdakwa Lutfi telah mengajukan kasasi. “Baru terdakwa Lutfi yang nyatakan kasasi, sementara KPK belum nyatakan kasasi,” terang Kelik dihubungi katada.id, Senin (26/8).

Sementara, Penasihat Hukum Muhammad Lutfi, Abdul Hanan mengatakan, telah mengajukan kasasi 19 Agustus lalu. “Kami sudah nyatakan kasasi,” ujarnya kepada katada.id.

Keputusan mengajukan kasasi, menurut Hanan, karena putusan hakim tingkat banding yang menghukum kliennya membayar uang pengganti Rp 1,4 miliar tidak mencerminkan keadilan. Ia menjelaskan bahwa fakta persidangan di tingkat pertama tidak bisa membuktikan gratifikasi terhadap kliennya. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK juga tidak bisa menghadirkan bukti materil yang menyatakan adanya penerimaan gratifikasi secara langsung maupun tidak langsung. “Pak Lutfi tidak pernah menerima uang dari siapapun,” tegasnya.

Hanan menegaskan, uang pengganti dalam putusan banding tersebut tidak kaitan dengan kliennya. Ia mencontohkan, penerimaan uang dari Rofiko maupun Muhammad Maqdis. Begitu juga dengan pembelian emas senilai Rp 300 juta lebih oleh Nafila yang merupakan mantan istri Makdis. “Kalau uang Rp 500 juta itu renovasi rumah, itu uang pinjaman Eliya (istri terdakwa) kepada Makdis (mantan ipar). Uang pinjaman itu sudah dibayar lunas,” ungkap Hanan.

Hakim juga memasukan pembelian mobil Vios untuk istri Eliya sebagai kerugian negara. “Tidak ada pembelian mobil, fisiknya tidak ada, surat-suratnya tidak,” ujarnya.

Sebagai informasi, terdakwa Muhammad Lutfi selaku Wali Kota Bima periode 2018-2023 bersama-sama dengan Eliya alias Umi Eli (istri terdakwa), Muhammad Amin (mantan Kepala Dinas PUPR Kota Bima), Iskandar Zulkarnain (Kepala Bagian LPBJ Pemkot Bima tahun 2019 -2020), Agus Salim (Kepala Bagian LPBJ Pemkot Bima Tahun 2021-d 2022), Fahad (Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Kota Bima), dan Muhammad Makdis alias Dedi (adik ipar terdakwa) melakukan pemufakatan jahat.

Mereka sepakat untuk melakukan pengaturan dan menentukan pemenang pekerjaan atau proyek sebelum dilaksanakan proses terhadap pekerjaan pengadaan langsung maupun melalui lelang/tender pekerjaan di dinas-dinas Pemkot Bima tahun anggaran 2018-2022.

Dari rangkaian tersebut, terdakwa Muhammad Lutfi disebut menerima uang suap proyek sebesar Rp 1,95 miliar dari Direktur Cabang PT Risalah Jaya Konstruksi Muhammad Makdis pada proyek di Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima tahun anggaran 2019-2020. (ain)

Exit mobile version