Bima, katada.id – Kejari Bima resmi menetapkan Asraruddin (34) alias Udin sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana KUR kolektif bawang merah nasabah Bank BNI KCP Woha tahun 2021.
“Pada hari Kamis tanggal 15 Mei 2025, tim penyidik telah menetapkan DPO atas nama Asraruddin alias Udin,” jelas Kajari Bima, Ahmad Hajar Zunaidi, Jumat (16/5).
Penetapan DPO berdasarkan Surat Kajari Bima Nomor: PRINT-1091/N.2.14/Fd.2/05/2025 tanggal 16 Mei 2025.
Ia mengatakan penyidik telah melakukan pemanggilan sebanyak tiga kali. Namun, tersangka tidak memenuhi panggilan tersebut tanpa alasan yang jelas.
“Bahwa penyidik telah melakukan pemanggilan terhadap tersangka Asraruddin secara patut sebanyak tiga kali untuk dimintai keterangan sebagai tersangka, namun yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan tersebut dan tidak diketahui keberadaannya,” jelasnya.
Asraruddin selaku Collection Agent pada penyaluran KUR kolektif bawang merah BNI KCP Woha tahun 2021 disangka melanggar primair Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ia juga disangka melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus ini, Kejari Bima menetapkan dua orang tersangka, yakni pejabat BNI KCP Woha Arif Rahman. Ia telah ditahan oleh penyidik Kejari Bima sejak Selasa (22/4).
Selain Arif, penyidik juga menetapkan Direktur PT Al Isra, Asrarudin sebagai tersangka. Ia menjadi tersangka kedua dalam kasus yang merugikan keuangan negara Rp 450 juta.
Dari hasil penyidikan kejaksaan, terungkap peran tersangka Asrarudin. Ia diduga mengambil semua uang pinjaman dari sembilan nasabah. Dengan rincian, delapan orang nasabah diambil masing-masing Rp 50 juta dan satu nasabah lagi Rp 25 juta. Kendati demikian, Asrarudin belum dilakukan penahana.
Kasus ini bermula pada tahun 2021, ketika sembilan nasabah mengajukan kredit KUR untuk program pertanian jagung. Mereka mengajukan bahan pinjaman secara kolektif melalui seorang warga bernama AA, yang berasal dari Kecamatan Bolo, Bima. Bahan pengajuan itu kemudian diserahkan lagi kepada seorang warga Desa Rasabou, inisial Y.
Setelah bahan diserahkan, para nasabah diminta untuk datang ke kantor BNI KCP Woha guna menandatangani akta kredit. Pihak bank kemudian menerbitkan buku rekening dan kartu ATM untuk para nasabah. Namun, buku rekening dan ATM tersebut diminta kembali oleh Y dengan alasan menunggu pencairan dana.
Meski sudah menunggu lama, dana KUR tak kunjung cair. Para nasabah pun baru menyadari adanya masalah ketika mereka mengajukan kredit di bank lain dan diberitahu bahwa mereka tercatat memiliki utang sebesar Rp 50 juta di BNI Woha.
Kasus ini diperkirakan merugikan negara sekitar Rp 450 juta, dengan sembilan nasabah yang menjadi korban kredit fiktif.(red)