Nurul Iqamah, Spider Women Asal Kota Bima: Awalnya Tak Suka Panjat Tebing karena Takut Ketinggian

0
Atlet panjat tebing NTB asal Kota Bima, Nurul Iqamah. (FPTI)

NAMA NURUL IQAMAH berkibar setelah menyumbang medali emas pertama bagi NTB di PON 2021. Ia bersama Anggun Yolanda (Lombok Tengah), Ayu Fatullah (Kota Bima) dan Ade Irma Suryani (Kota Mataram) meraih emas di nomor boulder beregu.

Siapa sangka, Nurul Iqamah dulunya tidak menyukai olahraga ini. Alasannya pun sederhana. “Saya takut ketiggian,” ujar atlet kelahiran Bima, 6 Mei 1995 ini seperti dikutip dari website fpti.or.id

Butuh tahapan untuk membuat rasa takutnya sirna. Orang yang berjasa membuatnya berani dan mantap menekuni panjat tebing tak lain adalah saudaranya sendiri, Fitrah Rahma. Sang saudara yang sudah lama menekuni sport climbing selalu mendorong dan menyemangatinya untuk mencoba.

“Ayo, Rul! Enggak usah takut ketinggian. Enggak usah lihat ke bawah, manjat lihat ke atas terus,” ujar dia seraya menirukan motivasi dari saudaranya.

Lama kelamaan, rasa takut itu sirna. Perlahan-perlahan seraya ia menjejakkan kaki di setiap poin-poin pada papan panjat. Sejak 2006 itulah, ia terus menekuni panjat tebing meskipun memang pada awalnya masih main-main.

“Awalnya main-main karena masih 10 tahun. Akhirnya bisa serius dan sampai sekarang,” ceritanya.

Pada tahun yang sama, ia diterjunkan dalam kejuaraan nasional di Bali. Menurutnya, ia ikut dipilih karena saat itu, Nusa Tenggara Barat kekurangan atlet. Ia mengaku belum mendapatkan juara pada kejurnas tersebut.

Tujuh tahun kemudian, ia baru bisa meraih medali pertamanya. “Waktu yang sangat lama,” tutur wanita kelahiran Bedi, Kelurahan Manggemaci, Kota Bima.

Namun, prestasinya tak berhenti di situ saja. Pada Pekan Olahraga Nasional (PON) 2016 di Jawa Barat, Nurul membawa pulang medali perunggu kategori boulder perorangan. Kemudian, pada 2017, sejumlah medali ia rebut. Ia mendapatkan emas untuk kategori lead dari kejuaraan yang digelar Eiger di Bandung dan kejuaraan nasional (Kejunnas) FPTI di Jogjakarta.

Nurul juga membukukan medali perak untuk nomor lead di kejurnas di Jogjakarta dan juara tiga untuk boulder tim campuran di Jogjakarta juga.

Sementara, untuk level internasional, ia pertama kali ikut pada Asian Youth dan berada di peringkat lima. Pada 2017, Nurul mengikuti Asian Championship di Iran. Sayangnya, atlet 23 tahun itu belum bisa meraih medali.

Pada 2018, ia beralih di nomor speed dan berlaga di kejuaraan dunia di Moscow dan China. Ia berhasil menempati posisi ke-10.

Mengawali karier di dunia panjat tebing di nomor lead dan boulder, membuat Nurul kesulitan ketika harus beralih ke speed. Tingkat kecepatan yang bertolak belakang membuatnya kewalahan.

“Awalnya sangat sulit beralih ke speed. Awalnya saya manjat pelan (sekarang harus cepat),” terangnya.

Namun, ia merasa beruntung dikelilingi rekan dan pelatih pemusatan latihan nasional yang selalu memberikan dukungan sehingga ia bisa memacu bakat terpendamnya. Kini, ia pun menyenangi nomor baru tersebut.

“Pertama kali (mencoba) speed world record (catatan waktu) di 12 detik. Sekarang tembus tujuh (detik).”

Karena itu juga, kejuaraan dunia yang ia ikuti menjadi kompetisi paling berkesan. Pasalnya, saat itu, ia turun di nomor yang baru saja ia tekuni yakni nomor speed. Bagi Nurul, ini juga menjadi salah satu bukti transformasinya ke nomor speed.

Spider Woman dari Kota Bima ini menjadi alte panjat tebing. Ia kini masuk Pelatnas dan berkali-kali mewakili Indonesia pada kejuaraan dunia.

Dan tadi pagi, ia menunjukan kualitasnya dengan menyumbangkan medali emas bagi NTB. Nurul juga berpeluang meraih emas di nomor boulder perorangan PON Papua. (red)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here