Katada

OKP Cipayung plus Mataram Sampaikan Tuntutan Penolakan UU Omnibus Law ke DPR RI Saat Reses di NTB

OKP Cipayung plus Mataram menyampaikan tuntutan penolakan UU Omnibus Law kepada anggota DPR RI Sari Yulianti

Mataram, katada.id – Setelah mengepung kantor DPRD NTB, Kamis (8/10) lalu, tujuh Organisasi Kepemudaan dan Mahasiswa (OKP) yang tergabung dalam Cipayung plus Kota Mataram kembali menyampaikan tuntutan penolakan Undang-undang (UU) Omnibus Law. Kali ini mereka menyampaikan tuntutan kepada Anggota DPR RI, Sari Yulianti dari fraksi Golkar saat reses di dapil NTB II.

Tujuh OKP Cipayung plus Mataram, yakni HMI, KAMMI, PMKRI, GMKI, IMM, KMHDI dan Hikmabudhi. Ketujuh OKP tersebut menginisiasi agenda dialog secara terbuka di kantor perwakilan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Perwakilan NTB terkait sengkarut UU Omnibus Law, Minggu (11/10).

Koordinator Umum (Koordum), Andreas P. Waketi menilai UU Omnibus Law cacat secara formil. Ia juga melihat Omnibus Law bertentangan dengan semangat kedaulatan negara, kedaulata HAM, kedaulatan lingkungan dan kedaulatan otonomi daerah.

“Di dalam Omnibus Law ini, amat sangat bertentangan dengan semangat kenegaraan kita dari sejak merdeka hingga reformasi. Jika dilihat secara mendalam, itu di luar semangat konstitusi kita. Terlihat kewenangan daerah banyak sekali ditarik pusat,” kata Andreas P Waketi yang juga Ketua Umum PMKRI Kota Mataram di Aula kantor Perwakilan DPD RI NTB.

Masalah pendidikan, ia melihat terkesan dikomersilkan lewat UU Omnibus Law ini. “Sektor pendidikan juga dicaplok menjadi bagian dari Omnibus Law. Bisa ditafsirkan pendidikan akan komersilkan lewat jalur swasta,” tudingnya.

Anggota DPR RI Fraksi Golkar, Sari Yulianti menjelaskan, Omnibus Law itu positif. Yakni membuka peluang peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia. Ia berharap bagi siapapun yang ingin meminta Omnibus Law ini dicabut bisa dilakukan upaya yudisial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Pada prinsipnya UU Omnibus Law ini urgensinya menolong penciptaan lapangan kerja,” ucap Sari Yulianti.

Mengenai draf undang-undang Omnibus Law yang terkesan belum beres atau belum lengkap, ia menjelaskan, draf Omnibus Law itu secara substansi sudah klir. Hanya saja draf itu masih dirapikan lagi. “Substansi draf itu tidak ada masalah,”cetusnya.

Anggota DPD RI dapil NTB, Evi Apita Maya berjanji akan mengawal terus mengawal dan menyampaikan hingga ke pusat terkait tuntutan penolakan Omnibus Law kepada pemerintah pusat.

Ia mengungkapkan, pihaknya diawal pembahasan RUU Omnibus Law bersama Presiden dan DPR secara getol menolak klaster pendidikan masuk di Omnibus Law. “Tetapi nyatanya saat ini klaster pendidikan sudah diatur UU Omnibus Law. Ada beberapa pasal yang di dalamnya mengatur pendidikan,” jelas Evi.

Berikut empat tuntutan OKP Cipayung plus Kota Mataram. Menolak Pengesahan RUU Cipta Kerja yang telah ditetapkan sebagai Undang-undang Cipta Kerja (Omnibus Law). Menduga ada konspirasi busuk yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dengan oligarki yang mengakibatkan kesengsaraan rakyat. Meminta Presiden segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang untuk membatalkan pengesahan Undang-undang Omnibus law. Dan apabila Pemerintah tidak menghiraukan dan menindaklanjuti tuntutan ini, maka kami akan melakukan langkah Judicial Review berikut aksi turun ke jalan bersama-sama rakyat sebagai langkah pengawalan hingga UU Cipta Kerja dibatalkan lewat putusan Mahkamah Konstitusi atau dengan cara lainnya. (rif)

Exit mobile version