Mataram, katada.id – Aksebilitas pendidikan untuk semua khususnya bagi anak didik berkebutuhan khusus (disabilitas) yang diakomodir melalui layanan pendidikan di sejumlah Madrasah, namun menjadi tugas kolaboratif untuk bersama-sama bertangungjawab baik dari Dikbud NTB maupun Kanwil Kementerian Agama Provinsi NTB.
Gubernur NTB Dr. H. Zulieflimansyah mengingatkan agar tidak terjadi distorsi atau demarkasi tugas antara Dikbud dan Kementerian Agama dalam memberikan akses pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di NTB.
“Jadi apapun persoalan-persoalan terkait dengan pendidikan Madrasah yang ditemukan di wilayah kabupaten/kota se NTB bukan hanya tanggungjawab induknya berada di Kementerian Agama, namun persoalan tersebut bisa diatasi dengan baik jika berkoordinasi dan bersinergi lebih intens dengan Dikbud baik yang ada di Provinsi maupun Kabupaten/kota,” tandas Doktor Zul panggilan akrab Gubernur NTB ini saat menerima kepengurusan Forum Pendidik Madrasah Inklusif (FPMI) Provinsi NTB dipimpin Dr. Mira Mareta, MA di ruang kerja Gubernur NTB, Selasa (4/5).
Gubernur yang didampingi Asisten II Setda NTB Ir. Ridwansyah, MTP dan Kepala Dinas Dikbud NTB Dr. Aidy Furqon, M.Pd menginginkan ke depannya urusan pendidikan termasuk pendidikan inkulusi bagi penyandang disabilitas tidak hanya menjadi tanggungjawab satu institusi saja, namun tanggungjawab bersama untuk meraih kesuksesan bersama pula.
“Jadi sewaktu-waktu Dikbud tidak hanya mengunjungi sekolah-sekolah negeri dibawah tanggungjawabnya saja, namun juga sewaktu-waktu bisa mengunjungi madrasah-madrasah di bawah naungan Kemnterian Agama. Dan begitu pula sebaliknya. Jadi saling koordinasi disini sangat penting,” ingat Bang Zul.
Pengurus Forum Pendidik Madrasah Inklusi Provinsi NTB diwakili Dr. Mira Mareta, MA dihadapan Gubernur NTB menjelaskan, organisasi profesi Pendidik Inklusif yang tergabung dalam FPMI bertujuan untuk mewujudkan tercapainya profesionalitas para pendidik pada madrasah inklusif di Indonesia khususnya NTB.
“Kehadiran negara untuk memastikan bahwa semua anak memiliki akses terhadap pendidikan yang terjangkau, efektip, relevan yang tepat merupakan wujud kewajiban. Terbentuknya FPMI ini dilatarbelakangi oleh kegilsahan yang dirasakan di Kementerian Agama khususnya di NTB,” ujarnya.
Ditambahkan, di NTB sendiri terdapat 2.700 Madrasah. Sementara yang negeri hanya 78 Madrasah saja, sisanya Madrasah Swasta. FPMNI Pusat menghendaki kami di NTB walaupun tidak menyandang dirinya sebagai Madrasa Inklusif tapi rata-rata di Madrasah tersebut memiliki atau menerima anak-anak berkebutuhan khusus.
“Oleh karena itu kami merasa perlu mengembangkan kelembagaan FPMI ini. Sebelum betul-betul mereka siap diberikan sebagai Madrasah Inklusif maka perlu diberikan pemberdayaan baik kepada gurunya maupun sebagai kelembagaan pada madrasah itu sendiri. Karena itu NTB oleh Kemenag menjadi pilot projeck dari lima provinsi se Indonesi,” Tutur Mira yang juga staf pengajar Bimbingan Konsling di UIN Mataram.
Mira mencontohkan di NTB baru 4 Madrasah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi bagi penyandang disabilitas. Diantaranya MI NW Tanak Beak, Narmada, Lombok Barat dengabn jumkah siswa sebanyak 41 orang, MI NW Lingsar, MTs Alfaqiah dan MTs Darul Ansyor di Lombok Tengah.
“Pola pelaksanaan pembelajaran inklusi Madrasah di NTB ini bisa menjadi contoh tingkst nasional. Di Indonesia terdapat 22 Madrasah yang sudah di SK-kan untuk penyelenggaraan pendidikan inklusi termasuk diantaranyaada di NTB. Otput pendidikan inklusi ini setiap anak diharapkan bisa memiliki hak pendidikan yang sama termasuk guru-guruya juga berhak mendapatkan pendapatan yang layak,” ucap Ilham Prakoso Sekretaris FPMI NTB menambahkan. (red)