MATARAM-Kasus dugaan korupsi pengelolaan aset Lombok City Center (LCC) di Lombok Barat belum memunculkan tersangka. Padahal, Kejati NTB sudah lama menaikan penanganan kasus tersebut ke tahap penyidikan.
Kejati NTB Arif beralasan penetapan tersangka akan dilakukan setelah perhitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB rampung. Bila hasil perhitungan sudah diterima, jaksa akan gelar perkara untuk menetapkan tersangkanya.
’’Penyidik sudah meminta audit kerugian negara ke BPKP. Kalau itu sudah keluar, selanjutnya penetapan tersangka,” katanya.
Ia menjelaskan, jaksa sudah mengantongi dua alat bukti yang cukup. Berarti, sudah ada calon tersangka. Namun sebelum menetapkan tersangka, pihaknya perlu menunggu hasil perhitungan kerugian negara.
’’Tersangka pasti ada. Tetapi kami masih perkuat bukti dulu. Salah satunya menunggu perhitungan kerugian negara dari BPKP,” terang pria asal Kota Bima ini.
Dalam kasus ini, jaksa mendapatkan bukti aset seluas 8,4 hektare di Desa Gerimax, Kecamatan Narmada diagunkan PT Tripat. Proses gadai dengan agunan tanah tersebut dikuasakan kepada PT Bliss yang mengelola LCC.
Tanah negara yang diagunkan dinilai masuk kategori melawan hukum. Dari sejumlah aturan yang jadikan rujukan, tidak ada ketentuan untuk memperbolehkan tanah milik negara diagunkan.
Aset tersebut diketahui masuk dalam penyertaan modal Pemkab Lobar kepada PT Tripat. Proses penyerahan aset kepada PT Tripat, melalui mekanisme yang benar. Namun, PT Tripat menyalahgunakan pengelolaan aset ketika dalam penguasaannya.
PT Tripat diketahui memberi kuasa kepada PT Bliss untuk mengagunkan aset. Proses tersebut disertai dengan perjanjian. Salah satu poinnya adalah, jika tidak bisa menebus maka aset bisa berpindah tangan. Nilai agunannya diketahui mencapai Rp 95 miliar.
Agunan sejumlah Rp 95 miliar bernilai hampir empat kali lipat dari perkiraaan harga aset tersebut. Ada dua jenis modal yang diserahkan pemkab ke PT Tripat. Yakni, berupa tanah seluas 8,4 hektare senilai Rp 22,33 miliar dan uang sebesar Rp 1,7 miliar lebih. (dae)