Penyewa dan Penjual Aset Pemprov NTB di Gili Trawangan Akan Diperiksa

0
Kajati NTB, Tomo Sitepu. (istimewa/katada.id)

Lombok Utara, katada.id – Kejati NTB menggenjot pemeriksaan saksi kasus sewa dan jual beli lahan seluas 65 hektare di Gili Trawangan, Lombok Utara.

Setelah memeriksa Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lombok Utara, penyidik Kejati NTB akan memeriksa penyewa dan penjual lahan.

’’Kami akan periksa semua pihak yang berkaitan dengan sewa dan jual beli lahan ini. Termasuk masyarakat yang jual dan sewa secara ilegal,’’ tegas Kajati NTB, Tomo Sitepu, beberapa hari lalu.

Baca Juga: Kasus Lahan Gili Trawangan, Direktur GTI dan Kades Gili Indah Tak Hadiri Panggilan Penyidik

Ia belum mengungkapkan kapan penyewa dan penjual lahan akan dipanggil. Tomo memastikan, dalam waktu dekat mereka akan diperiksa. ’’Sudah ada yang diperiksa. Saksi lain sedang dijawalkan. Penyidik yang lebih tahu kapan saksi akan dipanggil,’’ terangnya.

Selain penyewa dan penjual lahan, penyidik juga akan mengagendakan lagi pemeriksaan saksi lain. Diantaranya, Kepala Desa Gili Indah dan Direktur PT Gili Trawangan Indah (GTI).

Sebelumnya, Kejati NTB Direktur PT GTI, Winoto dan Kepala Desa Gili Indah, Wardana. Keduanya diagendakan untuk diperiksa sebagai saksi, Senin (21/2/2022). Namun keduanya berhalangan hadir karena sakit.

Baca Juga: Kejati NTB Periksa Kepala Bapenda dan BPN Lombok Utara terkait Kasus Sewa Lahan Gili Trawangan

Sejauh ini, penyidik telah memeriksa Kepala Bapenda Lombok Utara, Evi Winarni dan Kepala BPN Lombok Utara, Supriadi, Selasa (22/2/2022).

Dalam kasus ini, Kejati NTB menemukan penyimpangan dalam pengelolaan aset Pemprov NTB tersebut. Lahan seluas 65 hektare ini diduga disewakan serta diperjualbelikan. Lahan tersebut objek kerja sama Pemprov NTB dengan PT GTI sejak tahun 1995 sampai 2021.

Satu bidang lahan ada yang disewakan Rp800 juta sampai Rp1 miliar per tahun. Pihak yang menyewakan lahan dipastikan tidak memiliki alas hak. Sebab, lahan tersebut merupakan aset Pemprov NTB dalam bentuk Hak Pengelolaan Lahan (HPL).

Baca Juga: Penyidik Kejati NTB Kembali Periksa Enam Tersangka Kasus Korupsi RSUD Lombok Utara

Sejauh ini, Kejati NTB sudah mengantongi sejumlah dokumen sebagai bukti dugaan jual beli dan penyewaan lahan. Dokumen ini memuat pernyataan jual beli dan sewa lahan. Dalam dokumen itu juga tertera tanda tangan pejabat pemerintah desa.

Perjanjian jual beli lahan di area seluas 65 hektare ini teridentifikasi tidak sah. Sebabnya, pemberi sewa lahan hanya menguasai secara fisik. Sementara lahan tersebut merupakan aset Pemprov NTB dengan alas hak HPL.

Sementara, di atas lahan tersebut, berdiri sejumlah usaha jasa penginapan, perniagaan, restoran, serta tempat hiburan. Sekurangnya 80 persen dari total lahan dikuasai pihak lain yang tidak berhak mengelola lahan tersebut. (sm)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here