Katada

Penyidik Kejagung Periksa Rekanan Pengadaan Bibit Jagung

Rekanan pengadaan benih jagung Aryanto Prametu selesai diperiksa oleh tim Kejagung di Kejati NTB, tahun 2019 lalu.

Katada.id, Mataram – Selain memeriksa Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Dishutbun) Husnul Fauzi, penyidik Kejagung RI juga pihak rekanan selaku penyedia bibit jagung tahun 2017, Aryanto Prametu.

Pengusaha NTB ini datang ke ruangan pemeriksaan lantai III gedung Kejati NTB sejak siang hari. Ia selesai menjalani pemeriksaan sekitar pukul 15.40 wita.

Selesai diperiksa, Aryanto Prametu saat diwawancarai wartawan menjelaskan, saat itu ada keluhan soal bibit Jagung oleh kelompok tani. Semua keluhan itu diperbaiki dengan penggantian bibit. “Ada diindikasikan, ada yang illegal. Kan itu bukan dari kita, itu produsen,” jelasnya.

Aryanto tidak menyebut berapa ton kerusakan. Dari total 198 ton yang rusak dan diduga tidak sesuai spek, menurutnya, hanya temuan versi Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) Provinsi NTB.

Meski demikian, ia tidak mengelak jika ada kerugian negara miliaran rupiah. Namun ia tak disebutkan angkanya. ‘’Kami rugi cukup besar,’’ katanya.

Kerugian itu karena ia harus mengganti bibit yang sebelumnya dibeli dengan harga normal. Perusahaannya juga mengeluarkan uang miliaran rupiah untuk mengganti kerugian sesuai dengan temuan Inspektorat Jendral. “(Kerugian) datanya di kantor,” cetusnya.

Aryanto kembali menegaskan bila ia akan bertanggungjawab mengganti kerugian negara jika memang ada temuan penyidik Kejaksaan. Ia mengaku sudah mengggantinya sebanyak dua kali. Yakni Ganti senilai pengadaan dan ganti kerugian keuangan negara.

Ketika wawancara berlangsung, Aryanto keberatan diambil gambarnya oleh salah seorang wartawan. Ia meminta gambarnya dihapus saat itu juga. ‘’Hapus itu. Hapus dulu. Hapus,’’ pintanya kepada seorang wartawan yang kemudian menghapus gambar tersebut.

Sebagai pengingat, di NTB Kejagung sedang mengusut kasus pengadaan bibit jagung 2017. Anggaran yang digelontorkan untuk pengadaan bibit tersebut Rp 170 miliar. Namun diduga bibit yang disebar ke petani tidak berkualitas. Bahkan BPSP NTB menemukan 198 ton bibit yang diduga oplosan atau palsu. (rif)

Exit mobile version