Mataram, katada.id – Ditreskrimum Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) memanggil anggota DPRD NTB inisial AR, Rabu (13/11).
Politisi PDIP ini diperiksa dalam kapasitas sebagai terlapor dugaan penipuan modus janjikan proyek di Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB.
Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat membenarkan bahwa oknum DPRD NTB AR telah diklarifikasi. “Iya (diperiksa hari ini) info dari penyidik,” kata Syarif sembari menjelaskan dirinya sedang berada di Jakarta.
Ia menegaskan bahwa penanganan kasus dugaan penipuan tersebut masih dalam tahap penyelidikan. “Kami sedang dalam tahap klarifikasi pihak terkait. Termasuk pelapor dan terlapor,” ujarnya.
Syarif memastikan semua pihak yang berkaitan dengan dugaan penipuan ini akan dipanggil.
Sebagai informasi, anggota DPRD NTB AR dari Dapil Sumbawa-Sumbawa Barat ini dilaporkan oleh kontraktor Marga Indra atas dugaan tindak pidana penipuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP.
Kuasa Hukum Marga Indra, Aan Ramadhan menjelaskan bahwa kliennya melaporkan kasus dugaan penipuan ini ke Polda NTB pada 23 Oktober 2024.
“Dugaan pidana penipuan yang kami laporkan ini berawal dari janji terlapor yang akan memberikan pekerjaan 32 paket proyek dari Pemprov NTB atas timbal balik pemberian uang dari klien kami sebanyak Rp 1,29 miliar,” terangnya.
Janji AR atas pemberian uang tersebut berlangsung pada akhir Januari 2021. Saat itu, terlapor yang diketahui masih punya hubungan keluarga dengan pelapor tersebut masih berprofesi sebagai pengusaha.
“Karena yakin dengan terlapor yang masih ada hubungan keluarga ini akan memberikan pekerjaan 32 paket proyek, klien kami akhirnya memberikan Rp 1,29 miliar secara tunai pada 27 Januari 2021. Bukti penyerahan ada dalam bentuk kuitansi,” ungkapnya.
Usai penyerahan, tahun 2022 terlapor memenuhi janjinya untuk memberikan pekerjaan paket proyek Pemprov NTB kepada Marga Indra. Namun, yang diberikan hanya 10 dari 32 pekerjaan paket proyek yang dijanjikan.
“Kalau 10 paket proyek dikalkulasikan dari fee yang diberikan, nominalnya hanya mencapai Rp 380 juta. Jadi, masih ada sisa Rp 910 juta dari fee yang diberikan klien kami,” beber Aan.
Meskipun demikian, Marga Indra tetap mengerjakan 10 paket proyek itu. Pekerjaan dilakukan dengan dana pribadinya. Aan membuktikan itu dengan menunjukkan surat perintah membayar (SPM) sebesar Rp 1,53 miliar.
“Pas mau klaim pencairan di Bank NTB, sesuai SPM 10 paket proyek, ternyata yang hanya bisa dicairkan Rp 830 juta karena terungkap terlapor sudah lebih dahulu menjaminkan 10 paket proyek ke Bank NTB dan melakukan pemotongan uang SPM,” ujar dia.
Marga Indra yang mengetahui hal tersebut langsung menghubungi terlapor. Namun, terlapor menutupi rasa kecewa terlapor dengan kembali menjanjikan akan memberikan sisa 22 paket proyek pada tahun anggaran 2023.
“Tetapi, waktu itu, September 2023, klien kami ini malah mengetahui 22 paket proyek yang dijanjikan terlapor ini sudah dikerjakan orang lain,” terang Aan.
Pelapor kemudian menagih terlapor untuk mengembalikan sisa uang dari hasil pekerjaan 22 paket proyek yang belum kembali dan sisa pemberian uang tahun 2021 dengan nilai keseluruhan menjadi Rp 1,6 miliar.
Selanjutnya, dalam uraian laporan disebutkan bahwa AR juga meminjam uang Rp 2 miliar kepada pelapor. Hal itu disampaikan Aan sesuai akta perjanjian utang piutang pada Mei 2024. “Klien kami kasih dalam bentuk tunai sebesar Rp 1,5 miliar dan barang senilai Rp 500 juta,” ujarnya.
Perjanjian itu dibuat di hadapan notaris dengan jaminan terlapor berupa sertifikat hak milik (SHM) dua bidang lahan di wilayah Sumbawa dengan luas 3.560 meter persegi dan 60 meter persegi.
“Dari perjanjian itu, belum semua dikembalikan, masih ada sisa Rp 295 juta. Jaminan dua bidang lahan sesuai yang disebut dalam akta perjanjian, juga tidak pernah diberikan,” ucap dia.
Terlapor yang merasa kecewa dengan terlapor karena hingga kini masih mengalami kerugian Rp 2 miliar, akhirnya melaporkan AR ke Polda NTB.
“Perlu diketahui bahwa akibat perbuatan AR ini, klien kami sekarang jatuh miskin, karena uang yang klien kami berikan ke terlapor ini berasal dari hasil gadai rumahnya, usahanya hancur dibuat,” kata Aan. (ain)