Katada

Polda NTB Periksa Lima Saksi Kasus TPPU Modus Janjikan Proyek Dermaga Pelindo 

Mataram, katada.id – Kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) modus janjikan proyek dermaga Pelindo di Lombok Barat terus digenjot. Penyidik Ditreskrimum Polda NTB telah memeriksa sejumlah saksi.

Informasi yang dihimpun katada.id, penyidik telah memeriksa saksi korban Hasanuddin dan empat saksi lainnya.

Selain itu, penyidik juga sedang mengagendakan pemeriksaan terhadap pengusaha asal Jakarta yang dinilai mengetahui dugaan TPPU tersebut. Surat panggilan sudah dilayangkan, namun pada pemanggilan pertama saksi tidak hadir.

Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat menegaskan, penanganan kasus tersebut sudah naik penyidikan. Pihaknya sudah memeriksa beberapa saksi. “Kami telah periksa lima orang saksi,” katanya kepada katada.id, Senin (23/9).

Laporan TPPU tersebut telah disampaikan korban pada Oktober 2022. Setelah beberapa bulan pengumpulan data, penyidik Ditreskrimsus Polda NTB menaikkan kasus tersebut ke tahap penyelidikan, sesuai dengan surat perintah penyelidikan tertanggal 22 Februari 2023. Ketika dilimpahkan ke Ditreskrimum tahun 2024, kasus TPPU tersebut dinaikan ke tahap penyidikan.

Syarif menjelaskan, kasus ini merupakan limpahan dari Ditreskrimsus. Sejumlah saksi yang telah dimintai keterangan saat penyelidikan akan dipanggil lagi. “Masih periksa saksi-saksi,” tandasnya.

Sebagai informasi, korban Hasanuddin tertipu dengan iming-iming MA, yang menjanjikan proyek penimbunan Dermaga PT Pelindo III tahun 2017. Kasus penipuan ini telah dilaporkan ke Polda NTB dan MA sudah divonis 3 tahun penjara tahun 2019 lalu.

Pada proyek pengurugan tempat pembangunan Dermaga Peti kemas PT pelindo III yang dimenangkan PT Pembangunan Perumahan (PT PP), MA mengaku mendapat bagian 30 persen dari nilai proyek Rp 300 miliar. Nilai proyek yang didapatkan MA dari PT PP sekitar Rp 90 miliar atau 30 persen.

MA pun mengajak korban untuk melihat lokasi proyek. Korban yakin dengan janji MA. Terlebih lagi, MA telah menunjukan lokasi proyek, sporadik, dan lokasi tanah sumber galian C yang akan dibeli.

Korban Hasanuddin pun bersedia menerima kerja sama yang ditawarkan MA. Selanjutnya, MA meminta uang kepada korban dengan alasan untuk kepentingan biaya persiapan proyek. Yaitu penyiapan atau sumber tanah material pengurugan dan administrasi proyek.

Hasanuddin menyerahkan secara tunai uang Rp 350 juta kepada MA. Uang itu diserahkan di rumah rekannya, MU tertanggal 14 Maret 2017. Lalu, penyerahan kedua Rp 690 juta tertanggal 21 Maret 2017.

MA kembali meminta uang kepada korban untuk kepentingan sewa alat-alat berat dan truk pengangkut tanah, pembelian bahan bakar minyak (BBM), serta gaji karyawan untuk pengupasan tanah bukit sumber material tanah urug. Saat itu, MA meminta Rp 274.500.000. Korban mengirimkan uang beberapa kali ke rekening MA. Sehingga total uang yang diserahkan korban Rp 1.314.500.000.

Setelah proses pengupasan tanah bukit itu, korban baru mengetahui jika MA tidak mendapatkan proyek pengurugan di Dermaga Peti kemas PT Pelindo III. Namun dikerjakan perusahaan lain, salah satunya PT Damai Indah Utama.

Meski tidak mendapat proyek, MA rupanya menjual tanah urug dan batu bolder ke PT Damai Indah Utama senilai Rp 2,8 miliar. Diam-diam MA mengambil tanah urug yang dibeli dengan uang korban dan dijual ke perusahaan yang memenangkan tender pengurugan dermaga tersebut.

Parahnya lagi, tanah tersebut telah dikuasai MA. Sertifikat tanah tersebut dibuat atas nama pribadinya. (din)

Exit mobile version