Mataram,katada.id– Proyek pembangunan pengaman pantai senilai Rp 70 miliar di Gili Meno, Lombok Utara, kini disorot. Proyek yang dikerjakan Balai Besar Wilayah Sungai Nusa Tenggara (BWS NT I) Kementerian PUPR itu diduga merusak ekosistem terumbu karang secara serius.
Hal itu diungkap Muhamad Arif, SH kuasa hukum masyarakat sipil NTB. Merespon itu pihaknya sedang menyiapkan gugatan hukum.
“Kami sedang menyiapkan materi gugatan untuk menggugat BBWS Nusa Tenggara I. Insya Allah minggu depan akan kami daftarkan,” tegas Arif di Mataram, Senin (15/9).
Arif menjelaskan bahwa aktivitas pengerukan, pemasangan tanggul, dan penimbunan material yang dilakukan proyek itu terindikasi merusak lingkungan serta krisis air bersih.
“Proyek ini jelas tidak memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) maupun UKL-UPL. Tindakan serampangan ini ilegal dan merugikan masyarakat, baik dari sisi ekologi maupun sosial,” tegasnya.
Gugatan ke BWS NT I kata arif didasari berbagai yurisprudensi pengadilan dan Putusan MA No. 99 PK/TUN/2016 (Reklamasi Teluk Benoa).
“Hal itu mengacu pada Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” katanya.
Dalam gugatan itu masyarakat sipil NTB menuntut pertanggungjawaban pemerintah atas kerusakan yang terjadi, termasuk upaya pemulihan ekosistem laut Gili Meno.
Mereka juga mendesak agar setiap proyek pembangunan di wilayah pesisir dilakukan secara transparan dan berbasis kajian lingkungan yang matang.
“Gili Meno adalah aset pariwisata dan ekologi. Jangan sampai proyek bernilai besar justru menghancurkan sumber penghidupan masyarakat,” pungkasnya. (*)