Katada

Tak Mati Suri, Dinas Pariwisata Cuatkan Gawe Adat Menyunat

GAWE ADAT MENYUNAT: Suasana Gawe Adat Menyunat di Desa Medana Kecamatan Tanjung, Senin (11/10).

Lombok Utara, Katada.id- Masyarakat Kabupaten Lombok Utara (KLU) mulai melaksanakan sejumlah rangkaian kegiatan adat dan budaya. Salah satu adat dan budaya yang sudah dilaksanakan secara turun temurun yakni Gawe Adat Menyunat. Rangkaian karya agung Dayan Gunung ini menjadi pembuktian jika pariwisata KLU tidak mati suri di tengah pandemi Covid-19.

Plt Kepala Dinas Pariwisata Lombok Utara Ainal Yakin menuturkan, Gawe Adat Menyunat menjadi salah satu rangkaian kegiatan adat sepanjang Oktober ini. Gawe Adat Menyunat yang disuguhkan pada masyarakat, merupakan upaya kedepan untuk mempromosikan wisata daerah.

“Ini sekaligus menepis isu yang berkembang selama ini bahwa pariwisata mati suri,” ujar dia, di sela-sela kegiatan Gawe Adat Menyunat di Desa Medana, Senin (11/10).

Ainal mengatakan, output yang diharapkan nantinya bisa menjadi salah satu referensi jualan ke wisatawan nusantara maupun mancanegara. Kegiatan gawe tersebut diakui dia memang berbasis masyarakat. Namun Dinas Pariwisata mendukungnya agar persoalan budaya ini terus dilestarikan dan mencuat ke luar KLU.

Tradisi menyunat ini adalah budaya yang tumbuh di masyarakat KLU. Idealnya perlu diekspose keluar agar diketahui masyarakat luas selain warga setempat. Sebab itu dirinya menginstruksikan Bagian Promosi di Dinas Pariwisata untuk menginventarisasi kegiatan budaya, adat dan religi masyarakat KLU.

“Kita akan tetap mengadakan kegiatan ini untuk kebangkitan pariwisata kita. Karena budaya ini sangat penting untuk pariwisata,” jelas dia.

Sebelumnya Dinas Pariwisata juga telah mendukung kegiatan adat masyarakat Rebo Bontong di Gili Meno, belum lama ini. Selain Rebo Bontong dan Menyunat, Dinas Pariwisata juga mendukung kegiatan HK endurance challenge, Merowah Banggaran, Ngasuh Gumi, dan puncaknya kegiatan Maulid Adat Bayan.

“Enam kegiatan tersebut diselenggarakan di lokasi dan tempat berbeda sehingga bisa menarik minat wisatawan secara luas,” kata dia.

“Kita promosikan dalam rangka mengcounter isu-isu yang beredar bahwa kita sedang mati suri,” tambah dia.

Sementara itu, Mangku Bajang Raden Prawangsa Jaya Ningrat menjelaskan, dalam prosesi menyunat ini ada berbagai proses dilalui. Dimulai dari berendam, pembacaan naskah kuno, arak-arakan, hingga naik ke berugak kekelat.

Pada saat berendam, anak yang akan disunat harus berendam di sungai atau laut. Setelahnya, pada malam hari dilakukan pembacaan naskah kuno hingga pukul 02.00 atau 03.00 dini hari. Pada hari keduanya, dilanjutkan dengan arak-arakan. Hal ini bermakna pemberitahuan kepada orang luas bahwa anaknya sudah dewasa.

“Jadi itu simbol sebagai pemberitahuan dia. Setelah itu baru naik di berugak kekelat untuk disunat,” pungkasnya.(ham)

Exit mobile version