MATARAM-Terdakwa kasus pengadaan sampan fiberglass Kabupaten Bima Taufik Rusdi tak ingin sendirian di bui. Ia mengungkapkan keterlibatan Hj Ferra Amelia dalam pengadaan sampan yang bergulir pada 2012.
Keterlibatan mantan Ketua DPRD Kota Bima kala itu dituangkan dalam pledoi yang dibacakan pada persidangan di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin (15/7). Taufik mengaku terpaksa mengaturnya karena saat penentuan rekanan mendapat tekanan dari Hj Ferra.
Taufik beralasan tidak memiliki kuasa untuk menganulir perintah dari bos-bos. Apalagi, saat itu Dae Ferra, sapaan Hj Ferra, menjabat Ketua DPRD Kota Bima. Belum lagi, Bupati Bima saat itu almarhum Ferry Zulkarnain merupakan kakaknya, dan Dae Ade (Ferdiansyah Fajar Islam) yang menjabat anggota DPRD Bima merupakan adiknya.
’’Jadi tidak mungkin kasus korupsi hanya satu orang tersangka. Kita keberatan di situnya. Jadi semua pelaksanaan proyek ini diatur Hj Ferra,’’ kata Muhammad Nukman kepada wartawan usai sidang.
Dia meminta Polda NTB untuk menetapkan juga Hj Ferra sebagai tersangka. Karena, dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) disebutkan secara terang dan jelas bahwa Taufik melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Hj Ferra. ’’Ya, Hj Ferra harus dijadikan tersangka juga,’’ desak dia.
Sebagai informasi, perkara korupsi sampan fiberglass. Pengadaan sampan ini dikerjakan melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bima, yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus Transdes Kementerian Dalam Negeri Rp 1 miliar. Saat itu, Taufik ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Dalam proses pengadaan, terdakwa tidak melakukan seluruh tahapan kegiatan, mulai dari proses pemilihan penyedia barang/jasa (pelelangan), maupun pelaksanaan kegiatan pengadaan sampan fiberglass. Sehingga secara keseluruhan dokumen berkaitan dengan seluruh tahapan tersebut dibuat setelah pekerjaan pengadaan sampan berakhir, dengan maksud seolah-olah ada proses.
Taufik juga didakwa melakukan rekayasa proses penunjukan langsung dengan seolah-olah menunjuk lima perusahaan untuk mengerjakan lima paket proyek itu. Rinciannya, CV Lewa Mori Putra Pratama sebagai pelaksana kegiatan pengadaan sampan di Desa Kore, Kecamatan Sanggar dengan nilai kontrak Rp 198.290.000. CV Lamanggila sebagai pelaksana kegiatan pengadaan sampan di Desa Punti, Kecamatan Soromandi dengan nilai kontrak Rp 198.450.000. CV Wadah Bahagia sebagai pelaksana kegiatan pengadaan sampan di Desa Lamere, Kecamatan Sape dengan nilai kontrak Rp 198.300.000.
Selanjutnya CV. Sinar Rinjani sebagai pelaksana kegiatan pengadaan pengadaan sampan dengan nilai kontrak Rp 198.380.000 serta CV Bima Putra Pratama pelaksana kegiatan pengadaan sampan di Desa Bajo Pulau, Kecamatan Sape dengan nilai kontrak Rp 198.200.000.
Perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan Rp 159.816.518. Angka tersebut berdasakan Laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan Negara BPKP Perwakilan NTB. (dae)