MATARAM-Terdakwa perkara korupsi pengadaan sampan fiberglass Kabupaten Bima, H. Taufik Rusdin menjalani sidang tuntutan, Selasa (9/7). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut mantan Kepala BPDB Bima 1 tahun 6 bulan penjara.
JPU Wayan Suryawan menuntut juga agar Taufik membayar denda Rp 50 juta subsider 2 bulan penjara. Terdakwa tidak dibebankan membayar uang pengganti karena sudah mengembalikan kerugian Negara.
”Terdakwa dituntut hukuman pidana penjara 1 tahun 6 bulan,’’ kata Suryawan dalam tuntutannya.
Dalam tuntutannya, JPU menguraikan perkara korupsi sampan fiberglass. Pengadaan sampan ini dikerjakan melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bima, yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus Transdes Kementerian Dalam Negeri Rp 1 miliar. Saat itu, Taufik ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Dalam proses pengadaan, terdakwa tidak melakukan seluruh tahapan kegiatan, mulai dari proses pemilihan penyedia barang/jasa (pelelangan), maupun pelaksanaan kegiatan pengadaan sampan fiberglass. Sehingga secara keseluruhan dokumen berkaitan dengan seluruh tahapan tersebut dibuat setelah pekerjaan pengadaan sampan berakhir, dengan maksud seolah-olah ada proses.
Taufik juga didakwa melakukan rekayasa proses penunjukan langsung dengan seolah-olah menunjuk lima perusahaan untuk mengerjakan lima paket proyek itu. Rinciannya, CV Lewa Mori Putra Pratama sebagai pelaksana kegiatan pengadaan sampan di Desa Kore, Kecamatan Sanggar dengan nilai kontrak Rp 198.290.000. CV Lamanggila sebagai pelaksana kegiatan pengadaan sampan di Desa Punti, Kecamatan Soromandi dengan nilai kontrak Rp 198.450.000. CV Wadah Bahagia sebagai pelaksana kegiatan pengadaan sampan di Desa Lamere, Kecamatan Sape dengan nilai kontrak Rp 198.300.000.
Selanjutnya CV. Sinar Rinjani sebagai pelaksana kegiatan pengadaan pengadaan sampan dengan nilai kontrak Rp 198.380.000 serta CV Bima Putra Pratama pelaksana kegiatan pengadaan sampan di Desa Bajo Pulau, Kecamatan Sape dengan nilai kontrak Rp 198.200.000.
Perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan Rp 159.816.518. Angka tersebut berdasakan Laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan Negara BPKP Perwakilan NTB. (dae)