MATARAM-Terdakwa perkara pengadaan sampan fiberglass Bima, Taufik Rusdi bisa sedikit bernafas lega. Hakim Pengadilan Tipikor Mataram menjatuhkan hukuman lebih ringan dibanding dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Majelis Hakim yang dipimpin Isnurul Syamsul Arif menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara terhadap Taufik Rusdi, Kamis (18/7). Hakim juga menghukum terdakwa membayar denda Rp 50 juta, jika dibayarkan akan diganti dengan hukuman 1 bulan penjara dan harta bendanya disita.
Taufik Rusdi bersalah sesuai dakwaan pasal 3 juncto pasal 18 UU RI No20/2001 tentang perubahan atas UU RI No 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. ’’Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan dijatuhi hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta,’’ kata Isnurul dalam amar putusannya.
Hakim tidak menghukum terdakwa membayar uang pengganti, karena sebelumnya telah menggembalikan kerugian negara. Dari kerugian negara Rp 159 juta, Taufik Rusdi mengganti kerugian negara Rp 160 juta. Karena itu, hakim menyatakan Pemkab Bima harus mengembalikan kelebihan penggantian kerugian negara kepada terdakwa sebesar Rp 1,03 juta.
Putusan hakim ini lebih rendah dari tuntutan JPU, Budi Tridadi Wibawa. Sebelumnya, JPU menuntut terdakwa 1 tahun 6 bulan dan denda Rp 50 juta.
Sementara, terdakwa melalui penasihat hukumnya Muhammad Nukman belum memutuskan untuk menempuh jalur hukum lain. ’’Kami masih pikir-pikir,’’ katanya. Hal yang sama juga diambil JPU. Mereka menyatakan pikir-pikir atas putusan tersebut.
Sebagai informasi, Pengadaan sampan ini dikerjakan melalui Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bima, yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus Transdes Kementerian Dalam Negeri Rp 1 miliar. Saat itu, Taufik ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Dalam proses pengadaan, terdakwa tidak melakukan seluruh tahapan kegiatan, mulai dari proses pemilihan penyedia barang/jasa (pelelangan), maupun pelaksanaan kegiatan pengadaan sampan fiberglass. Sehingga secara keseluruhan dokumen berkaitan dengan seluruh tahapan tersebut dibuat setelah pekerjaan pengadaan sampan berakhir, dengan maksud seolah-olah ada proses.
Taufik juga didakwa melakukan rekayasa proses penunjukan langsung dengan seolah-olah menunjuk lima perusahaan untuk mengerjakan lima paket proyek itu. Yakni CV Lewa Mori Putra Pratama, CV Lamanggila, CV Wadah Bahagia, CV Sinar Rinjani, dan CV Bima Putra Pratama. Perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan Rp 159.816.518. (dae)