MATARAM-Mantan Kepala Bank NTB Kantor Cabang Pembantu Syariah (KCPS) Dompu, A. Hafid menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin (2/9). Ia tersandung kasus korupsi dana kredit nasabah senilai Rp 1,6 miliar.
Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan dipimpin ketua majelis hakim AA Putu Ngurah Rajendra didampingi hakim anggota Fathur Rauzi dan Abadi. Dakwaan tersebut dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Dompu Mohammad Isa Ansyori.
Dalam uraian dakwaan, Hafid terseret kasus ini karena ulah terpidana Muhamad Faisal. Saat itu, mantan analis kredit Bank NTB KCPS Dompu mengurus pengajuan kredit 22 nasabah. Tetapi penyaluran kredit tidak dilakukan sesuai prosedur standar operasional Bank NTB. Kredit disalurkan secara nepotisme yakni kepada istri, ipar, dan bibinya.
Blanko pengajuan kredit hanya diisi kolom nama pemohon kredit, sementara lembar administrasi diisi sendiri oleh Faisal. Penandatanganan akad kredit pun di rumah masing-masing nasabah, yang seharusnya di kantor bank.
Sementara permohonan kredit itu tidak dilengkapi persyaratan sesuai dengan aturan bank Pemda NTB ini. Permohonan kredit diterima dan dapat dicairkan juga dengan bantuan terdakwa, Hafid.
Modusnya, Faisal menyalahgunakan setoran kredit nasabah, menggunakan berkas permohonan yang batal diajukan sebelumnya, menjadi anggota kelompok tani untuk mendapat fasilitas kredit, dan menambah plafon kredit nasabah.
Meski proses pengajuan tidak sesuai SOP, terdakwa Hafid tetap mengeluarkan surat persetujuan pembiayaan. Di sisi lain, Hafid disebut tidak menikmati uang korupsi tersebut. Tetapi berdasarkan penghitungan BPKP Perwakilan NTB, perbuatannya membuat negara rugi Rp 1,6 miliar dari kredit bermasalah 14 nasabah. Sementara hasil investigasi internal Bank NTB ditemukan kredit bermasalag terhadap 22 nasabah dengan kerugian Rp 1,5 miliar.
“Terdakwa membantu melakukan atau turut serta melakukan perbuatan atau tindak pidana, menyetujui pembiayaan (kredit) kepada 14 nasabah bermasalah atau yang tidak sesuai SOP pembiayaan hingga merugikan keuangan Pemprov NTB yang ditanamkan kepada PT Bank NTB Rp 1,6 miliar,” kata Isa Ansyori dalam dakwaannya.
Terdakwa Hafid didakwa dengan dakwaan primair dan subsidair. Dalam dakwaan primairnya, penuntut umum menerapkan Pasal 2 Ayat (1) Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Sedangkan dalam dakwaan subsidairnya, perbuatan Hafid dinyatakan telah melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Usai mendengarkan dakwaannya, Hafid melalui penasihat hukumnya Edi Susanto menyatakan akan mengajukan eksepsi (nota pembelaan) dan memohon waktu kepada Majelis Hakim untuk menyiapkan materinya. ’’Klien saya tidak menikmati uang. Klien kami hanya melakukan kesalahan dalam SOP. Kalau uang, tidak sedikit pun mengalir ke klien kami,’’ terang Edi usai sidang.
Sebagai informasi, Faisal dihukum dihukum penjara selama lima tahun. Ia terbukti korupsi Rp 1,5 miliar dalam pengajuan kredit 22 nasabah.Majelis hakim menghukum terpidana dengan membayar denda Rp 200 juta. Kemudian membebankan terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 1,5 miliar. (dae)