Katada

Terdakwa Sri Suzana hingga PPTK Sekongkol Siasati Hasil Pemeriksaan Alat Metrologi Disperindag Dompu

Terdakwa Sri Suzana saat memeluk saksi Iskandar dalam persidangan perkara pengadaan alat metrologi Disperindag Dompu di Pengadilan Tipikor Mataram, Jumat (29/9).

Dompu, katada.id – Pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) proyek pengadaan alat metrologi dan sarana prasarana lainnya pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), Iskandar mengaku ikut mengesahkan dokumen hasil pemeriksaan barang meskipun mengetahui ada dua item barang yang belum lengkap.

Hal ini diungkap Iskandar saat memberikan kesaksian di hadapan majelis hakim perkara korupsi pada proyek pengadaan alat metrologi dan sarana prasarana lainnya dengan terdakwa Sri Suzana di Pengadilan Tipikor Mataram, Jumat (29/9). “Karena kadis mau bertanggung jawab, sehingga kami ikut menandatangani (dokumen hasil pemeriksaan),” ungkapnya.

Iskandar yang turut menjadi terdakwa menerangkan hal demikian atas dasar keterangan dari Sri Suzana yang saat itu bertindak sebagai kepala dinas bahwa sisa barang yang belum lengkap dalam proses pengiriman ke Dompu. “Menurut kadis, dua item barang itu dalam perjalanan sehingga kami mau menandatangani,” ujarnya.

Dokumen yang ditandatangani Iskandar itu merupakan berita acara hasil pemeriksaan tim panitia pemeriksa hasil pekerjaan (PPHP) pada 12 Desember 2018.

Sebelum menandatangani dokumen, Iskandar mengaku telah melihat adanya pengesahan hasil pemeriksaan dalam bentuk penandatanganan dari Sri Suzana yang merangkap sebagai pengguna anggaran (PA), kuasa pengguna anggaran (KPA), maupun pejabat pembuat komitmen (PPK).

Saat tim PPHP melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan, Mantan Kabid Perdagangan Disperindag Dompu itu menjelaskan dirinya turut hadir bersama terdakwa Sri Suzana maupun Yanrik, penyedia proyek yang turut menjadi terdakwa dalam perkara tersebut.

“Waktu itu, seingat saya, saya yang ikut mendampingi pemeriksaan melihat faktanya memang ada dua item yang belun terpenuhi,” ungkapnya.

Atas temuan itu, lanjut dia, Sri Suzana menggelar rapat bersama tim PPHP. Terkait turut serta Yanrik dalam rapat tersebut, Iskandar mengaku tidak mengetahuinya. “Tim PPHP rapat sama Bu kadis, Yanrik? tidak tahu,” katanya.

Kesimpulan dari rapat itu yang kemudian menghasilkan adanya pengesahan dokumen berita acara hasil pemeriksaan barang. “Jadi hasilnya (rapat) menyatakan barang terpenuhi semua, itu dituangkan dalam berita acara hasil pemeriksaan tim PPHP,” kata Iskandar.

Dengan adanya pengesahan hasil pemeriksaan tim PPHP, dinas melakukan pencairan anggaran sisa, sebesar 70 persen dari total anggaran pengadaan Rp 1,42 miliar. “Kapan pencairannya? Itu saya tidak tahu, karena bukan dalam kewenangan saya,” kelitnya.

Dia pun mengatakan dua item barang yang belum lengkap itu kemudian tiba di Dompu pada Januari 2019. Iskandar meyakinkan bahwa barang itu tiba melampaui batas waktu perjanjian kontrak yang tertuang dalam addendum.

“Iya, lewat dari addendum perpanjangan kontrak itu. Lewat dari tahun anggaran 2018,” ujar dia.

Terhadap barang yang datang belakangan, dia mengatakan bahwa dirinya turut mendampingi tim PPHP melakukan pemeriksaan.

“Kadis? Tidak datang (pemeriksaan barang), tetapi saya sudah sampaikan kepada kadis bahwa barang itu sudah datang,” ucapnya.

Dalam kasus ini, pemenang lelang dari proyek ini adalah CV Fahriza. Perusahaan itu muncul sebagai pemenang dengan nilai penawaran Rp 1,42 miliar.

Jaksa penuntut umum dalam dakwaan, mengungkap adanya persekongkolan jahat antara Sri Suzana dengan bawahannya, Iskandar yang lebih dahulu mendapatkan amanah dari Muhammad, Kepala Disperindag Dompu sebelum Sri Suzana sebagai pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK).

Persekongkolan itu berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab Sri Suzana sebagai pengguna anggaran dari pelaksanaan proyek tahun 2018 yang menggunakan dana alokasi khusus Kementerian Perdagangan RI sebesar Rp 1,5 miliar.

Sri Suzana terungkap meminta Iskandar sebagai PPTK untuk menyusun dokumen rencana pelaksanaan pengadaan berupa spesifikasi teknis, harga perkiraan sendiri (HPS), dan kerangka acuan kerja.

Iskandar yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini terungkap menyusun dokumen kelengkapan tersebut tidak sesuai ketentuan, salah satunya dalam menetapkan nilai HPS tanpa survei dan komunikasi secara langsung kepada distributor barang.

Dengan adanya persoalan itu, jaksa penuntut umum menyatakan dalam dakwaan bahwa hasil pekerjaan proyek tidak sesuai dengan spesifikasi pengadaan hingga muncul hasil audit inspektorat dengan nilai kerugian Rp 398 juta dari total anggaran Rp 1,5 miliar. (ain)

Exit mobile version