Mataram, katada.id – Enam warga Kota Mataram dan Lombok Barat (Lobar), Nusa Tenggara Barat (NTB) merasa ditipu. Mereka melaporkan dugaan penipuan jual beli tanah kaplingan fiktif yang dibeli dari salah satu pihak yang disinyalir sebagai developer ke Polres Mataram, Selasa (5/3).
Enam korban adalah H Nasrullah dan Rumisah warga Desa Duman Lombok Barat; Zulfaizin dan Fitri Rahmawati warga Desa Gegerung, Lombok Barat; Fatoni Ardita warga Kelurahan Karang Taliwang, Kota Mataram; serta Ismail warga Desa Sigerongan, Lombok Barat.
“Tanah kaplingan itu ada di daerah Desa Duman, pemiliknya JB (disebutkan nama lengkap). JB itu memberikan kuasa khusus kepada FA dengan A untuk melakukan jual beli,” ungkap Endah, Penasihat Hukum para pelapor kepada wartawan di Mataram.
Endah menceritakan awal mula kasus penipuan jual beli tanah kaplingan tersebut. Enam korban ini telah membayar Rp 389 juta kepada FA. ”Tetapi, pada proses selanjutnya tidak ada kepastian kepemilikan atau penerbitan sertifikat tanah yang dijual FA dan A,” jelasnya.
Misalnya H Nasrullah. Ia membeli dua kavling dengan luas sekitar 200 meter persegi. Harga per kavlingnya sekitar Rp 50 juta sampai Rp 55 juta. Iapun membayarkan uang Rp 100 juta. Selanjutnya Zulfaizin yang sudah mengeluarkan uang Rp 115 juta. “Ada juga beberapa korban lain yang belum melaporkan,” terangnya.
Terlapor FA dan A sudah menjanjikan akan memberikan tanah hingga mengembalikan uang para korban. Namun sampai sekarang janjinya tidak penah terealisasi. Hal ini yang membuat para korban menempuh jalur hukum. ”Kenyatannya sampai sekarang tanahnya tidak pernah ada. Tanah yang dibeli klien kami itu sudah dimiliki orang lain,” katanya.
Ada sekitar 10 korban dalam kasus ini. Namun hanya enam orang yang melapor. Sementara pemilik tanah inisial JB yang sudah dikonfirmasi pihak pembeli tanah mengaku tidak pernah menerima uang dari FA dan A.
Parahnya lagi, tanah yang semula untuk dibayar justru terpasang plang bahwa lahan tersebut sedang bersengketa. ”Jadi orang-orang yang membeli kaplingan ini tidak ada tanah yang bisa dimiliki,” jelas dia.
Padahal dalam proses jual beli tersebut, FA dan A yang merupakan developer di Mataram telah mengeluarkan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) dengan notaris ZJ. Anehnya, PPJB yang dibuat FA dan A kepada korban dengan menunjuk ZJ sebagai notaris rupanya tidak mengikat secara hukum.
“Karena PPJB itu bodong, sekarang para korban meminta uang pembayaran tanah jumlah sebesar Rp 389 juta itu kembali,” tegasnya.
Kanit Harta Benda (Harda) Satuan Reskrim Polresta Mataram Iptu Kadek Angga Nambara membenarkan adanya laporan tersebut. “Benar, ada dua orang warga dilaporkan sehubungan dengan dugaan tindak pidana penipuan dengan modus menawar sebidang tanah dan menerima pembayaran daripada pihak pengadu,” katanya. (ain)