Mataram, katada.id – Kasus dugaan korupsi pembangunan RS Pratama Manggelewa tahun 2017 menyeret Sekretaris Daerah (Sekda) Dompu Gatot Gunawan Perantauan Putra. Saat proyek dengan anggaran Rp 15 miliar ini bergulir, Gatot bertindak selaku pengguna anggaran (PA).
Rusdiansyah sebagai kuasa hukum tersangka Maman menjelaskan bahwa kliennya bukan pejabat Kepala Dinas Kesehatan (Kadikes) Dompu saat pelaksanaan pengadaan proyek pembangunan RS Pratama Manggelewa.
“Waktu itu, klien kami ini hanya kabid (kepala bidang) penanganan pencegahan penyakit pada Dinas Kesehatan Dompu. Meskipun beda bidang, klien kami ditunjuk oleh PA (pengguna anggaran) sebagai KPA (kuasa pengguna anggaran) proyek,” ungkap Rusdiansyah di Kejati NTB, Kamis (11/7).
Ia menyebutkan, PA dalam periode 2017 adalah Gatot Gunawan Perantauan Putra yang saat ini sebagai Sekda Dompu.
“Jadi, PA waktu itu Pak Gatot, sekda sekarang. Dia sebagai kepala dinas yang menunjuk klien kami di luar bidang teknis sebagai KPA untuk proyek pembangunan rumah sakit itu. Klien kami jadi kadikes itu tahun 2021,” bebernya.
Rudiansyah menanggapi pernyataan pihak Polda NTB yang menyebut biang kerok dari munculnya kekurangan volume pekerjaan pada proyek tersebut akibat penunjukan konsultan perencana yang tidak memenuhi kualifikasi berada di bawah kuasa Kadikes Dompu.
“Perencanaan proyek ini kan tahun 2016, waktu itu PA dan KPA-nya kadikes, Pak Gatot. Dialah yang menunjuk konsultan perencana yang disebut Polda NTB tidak memenuhi kualifikasi,” terang Rudiansyah.
Usai perencanaan selesai, Gatot kemudian menunjuk tersangka Maman sebagai KPA proyek pembangunan rumah sakit tersebut sesuai Pasal 9 huruf g Perpres Nomor 12 tahun 2021 bahwa PA bertugas dan punya wewenang untuk menetapkan tugas KPA.
“Jadi, klien kami ini mendapat delegasi dari PA sebagai KPA. Memang dalam Pasal 10 ayat (5) Perpres Nomor 12 tahun 2021, KPA dapat merangkap sebagai PPK, tetapi itu harus tetap ada penetapan dari PA,” ujarnya.
Mengenai pencairan anggaran proyek oleh tersangka Maman dalam jabatan sebagai KPA, menurut Rudiansyah, hal tersebut sudah menjadi kewajibannya dalam menjalankan tugas.
“Itu pencairan sesuai dengan hasil rekomendasi bidang teknis, dan sudah melalui tahap pengawasan dan pemeriksaan tim di lapangan, jadi ada tahapan sebelum akhirnya klien kami ini menandatangani surat pencairan anggaran,” jelasnya.
Terkait hasil ahli konstruksi dan geoteknik tanah dari Fakultas Teknik Universitas Mataram yang menyatakan bangunan RS Pratama Manggelewa terancam ambruk karena adanya kekurangan volume pekerjaan, ia melihat hal tersebut berlawanan dengan kondisi terkini rumah sakit.
“Proyek ini kan tahun 2017, katanya mau ambruk sampai mau dipasang police line di sana, tetapi sampai sekarang bisa dilihat operasional rumah sakit masih jalan. Bahkan, tipe dari rumah sakit ini sudah naik dari sebelumnya tipe D jadi tipe C,” ungkap dia.
Rusdiansyah mengatakan pihaknya akan menguraikan pernyataan tersebut secara lengkap ke hadapan majelis hakim persidangan. “Nanti semuanya akan kami sampaikan di persidangan,” ucap dia.
Polda NTB dalam penanganan kasus yang dimulai sejak tahun 2020 ini menetapkan Maman sebagai tersangka. Maman saat ini dketahui menjabat Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB).
Adapun empat tersangka lain, Direktur CV Nirmana Consultant Cristine Agustiningsih; Direktur PT Sultana Anugrah Muh Kadafi Marikar; Pelaksana dan Pengawas Pekerjaan Fery alias Heri; dan Komisaris PT Profilda Sejahterah Benny Burhanudin.
Dari hasil penyidikan telah terungkap adanya kerugian keuangan negara hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB Rp 1,35 miliar. (ain)