LOMBOK BARAT-Bupati Lombok Barat (Lobar) Fauzan Khalid mengajukan diri sebagai penjamin penangguhan penahanan Kades Lingsar, Sahyan. Surat penangguhan yang ditandatangani bupati sudah beredar ke khalayak umum.
Dalam surat itu, Fauzan menandatangani lengkap dengan stempel bupati. Di atas tandatangan tertulis jabatan Bupati Lombok Barat.
Sebagai informasi, Sahyan yang tersandung kasus korupsi dana CSR PDAM Giri Menang telah ditahan di Lembaga Pemasyarakat Mataram. Ia ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyalahgunakan dana bantuan sebesar Rp 165 juta.
Bupati Lobar Fuazan Khalid membenarkan dirinya menjadi penjamin penangguhan penahanan Kades Lingsar. Ia menandatangani surat tersebut bukan dalam kapasitas sebagai bupati. ’’Tetapi atas nama pribadi,’’ kata bupati yang dikonfirmasi katada.id via ponsel, Minggu (25/8).
Ia melakukannya murni atas pertimbangan kemanusiaan. Mengingat kades tersebut tidak pernah tersangkut hukum di waktu-waktu sebelumnya. ’’Bahwa yang bersangkutan adalah tulang punggung keluarganya serta telah berjanji tidak akan menghilangkan barang bukti atau melarikan diri,’’ jelasnya.
Karena itu, surat tersebut tidak menggunakan kop pemda. Ia menandatangani atas nama pribadi walaupun dalam surat itu disebutkan jabatan. ’’Itu karena sifat jabatan melekat,’’ terangnya.
Bupati setuju menandatangani surat tersebut agar situasi di Lingsar kondusif, seiring kehadiran tim geopark dunia yang juga menilai Taman Lingsar. ’’Yang menghadap untuk hal tersebut banyak tokoh agama, tokoh masyarakat, dan keluarga pak kades,’’ tandasnya.
Sementara, Kajari Mataram I Ketut Sumedana mengatakan, pihaknya sudah menerima surat pengajuan penangguhan penahanan. Tetapi bukan Bupati Lobar sebagai penjaminnya. ”Baru dari penasihat hukum tersangka. Kalau yang ditandatangani bupati belum,” ungkapnya.
Dalam kasus ini, Desa Lingsar mendapat kucuran dana dari PDAM Giri Menang sebesar Rp 165 juta. Anggaran tersebut berasal dari dana CSR PDAM. Parahnya, dana tersebut tidak masuk ke rekening desa, tetapi dikirim ke rekening pribadi kepala desa tanpa persetujuan dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Dana bantuan tersebut digunakan tersangka untuk keperluan lain. Misalnya untuk kebutuhan tunjangan hari raya idul fitri lalu.(dae)