Mataram, katada.id – Kasus dugaan Korupsi dana kredit usaha rakyat (KUR) BNI tahun 2020 untuk ratusan petani di Lombok Timur (Lotim) sudah naik penyidikan. Penyidik Pidana Khusus Kejati NTB telah memeriksa sejumlah saksi. Di antaranya, petani asal Lombok Timur selaku penerima dana KUR.
Setelah memeriksa penerima dana KUR, penyidik juga memanggil pihak BNI Mataram, Rabu (29/6/2022). Ada lima orang pegawai BNI diperiksa hari ini. Yakni YRA, MD, SU, WB dan HI.
Mereka menghadiri pemanggilan sekitar pukul 09.30 Wita dan diperiksa di ruang terpisah. Kelimanya diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi.
Pemeriksaan lima pegawai BNI ini berkaitan dengan proses pengajuan hingga pencairan dana KUR. Setelah berjam-jam dicecar penyidik, para pegawai BNI meninggalkan Kejati NTB sekitar pukul 18.00 Wita.
Kasi Penkum Kejati NTB, Efrien Saputra tidak menampik adanya pemeriksaan lima saksi itu. Hanya saja, ia belum bisa mengomentari lebih jauh mengenai materi pemeriksaan.
’’Saya akan cek lebih dulu ke Bidang Pidsus (Pidana Khusus) untuk pemeriksaan ini,’’ ujarnya dihubungi katada.id via pesan singkat WhatsApp.
Kasus dugaan korupsi ini bermula pada bulan Agustus 2020. Ketika itu, dirjen salah satu kementerian melakukan pertemuan dengan para petani di wilayah selatan Lombok Timur. Dalam pertemuan itu, dirjen tersebut memberitahukan terkait adanya program KUR untuk para petani.
Informasi itu lalu ditindaklanjuti dengan pengajuan nama petani yang diusulkan mendapatkan kredit itu. Untuk petani jagung sekitar 622 orang yang tersebar di 5 desa di Kecamatan Jerowaru. Yang paling banyak adalah petani jagung di Desa Ekas Buana dan Sekaroh Kecamatan Jerowaru. Setiap petani dijanjikan pinjaman sebesar Rp 15 juta per hektar dengan total luas lahan mencapai 1. 582 hektar.
Para petani yang terdata sebagai penerima KUR diwajibkan untuk menandatangani berkas-berkas pendukung untuk kelancaran pengajuan pinjaman tersebut. Proses penandatanganan dilakukan oleh petani jagung di 5 desa di wilayah Kecamatan Jerowaru yang melibatkan pihak ketiga atau off taker. Yaitu PT ABB serta oknum pengurus HKTI NTB sebagai mitra pemerintah dan Bank BNI Cabang Mataram sebagai mitra perbankan dalam penyaluran KUR.
Saat proses pengajuan KUR ini, pihak BNI yang langsung turun meminta tanda tangan para petani dengan dilengkapi berkas pinjaman. Skema KUR tani melibatkan pihak ketiga atau off taker, yaitu PT ABB. Perusahaan atau off taker ini kuat dugaan ditunjuk langsung dari pihak kementerian, termasuk juga salah satu organisasi di NTB yang bergelut di bidang pertanian.
Persoalan mulai muncul ketika sejumlah petani yang ingin mengajukan pinjam di Bank BRI namun tidak bisa diproses. Mereka dinilai keuangannya bermasalah karena memiliki pinjaman dan tunggakan KUR di Bank BNI.
Tunggakan merekapun beragam, mulai dari Rp 15 juta hingga Rp 45 juta. Tergantung dari jumlah luas lahan yang dimiliki. Sementara para petani ini mengaku tidak pernah menerima dana kredit itu. (aw)