Lombok Utara, Katada.id– Angka kasus stunting di KLU masih menjadi yang tertinggi di NTB. Berdasarkan data Pemerintah KLU, angka stunting masih sebesar 26,22 persen. Sedangkan keluarga beresiko stunting sebanyak 29.637 keluarga.
“Stunting merupakan PR kita bersama, terutama kita merupakan daerah yang paling muda,” ujar Wakil Bupati Lombok Utara Danny Karter Febrianto Ridawan, Kamis (4/8).
Dikatakannya, pada tahun 2020 lalu angka stunting sebesar 33,79 persen. Jumlah ini turun menjadi 28,31 persen pada tahun 2021. Kemudian kembali terjadi penurunan menjadi 26,22 persen pada tahun 2022.
“Tentunya tuntutan dari angka kemiskinan maupun jumlah stunting merupakan persoalan yang harus diselesaikan,” sambungnya.
Jumlah keluarga sasaran stunting sebanyak 48.078 keluarga. Dari jumlah tersebut sebanyak 29.637 merupakan keluarga beresiko stunting.
Jumlah keluarga beresiko dengan prevelensi tertinggi berada di tiga kecamatan. Di antaranya di Kecamatan Bayan sebesar 22,3 persen, Kecamatan Tanjung sebanyak 21,7 persen, dan Kecamatan Gangga sebanyak 21,3 persen.
“Paling tinggi di Kecamatan Bayan,” katanya.
Pemerintah KLU memiliki sejumlah strategi penanganan stunting yang dilakukan. Di antaranya penyusunan Perbup dengan Perpres Nomor 72 tahun 2021 dan Perban Nomor 12 tahun 2021.
Selain itu juga terdapat sejumlah program untuk desa sasaran. Program ini bekerjasama dengan NGO bidang kesehatan dan gizi. Selain itu, juga mendorong semua pihak terkait untuk turut kampanye stunting. Ini menjadi bagian untuk memberikan pengetahuan bagi masyarakat tentang stunting.
“Dikarenakan penyebab stunting tertinggi di Kabupaten Lombok Utara yaitu karena kurangnya pengetahuan stunting bagi masyarakat,” jelasnya.
“Untuk itu kami menjadikan kampanye stunting sebagai strategi yang terus kamu lakukan sepanjang tahun 2022 dan akan di evaluasi pada awal tahun 2023” imbuhnya.
Sementara untuk kendala penanganan stunting di KLU, Danny membeberkan sejumlah hal. Di antaranya belum tercukupinya tenaga kesehatan gizi di semua desa, dan kader yang belum terampil.
Selain itu, kurangnya anggaran di masing-masing OPD terkait juga ikut menjadi kendala. Kemudian komunikasi lintas sektor yang belum maksimal dan intensif serta alat ukur yang belum maksimal teruji di masing-masing posyandu.
“Dalam penanganan untuk menurunkan angka stunting, tidak hanya dari satu sektor saja, tentu semua sektor harus bergerak secara bersama-sama,” tandasnya.
Sementara Bupati Lombok Utara H Djohan Sjamsu mengajak semua pihak meningkatkan kepedulian terhadap percepatan penurunan stunting di KLU. Hal tersebut untuk mengejar target nasional sebesar 14 persen di tahun 2024, sesuai dengan amanat Perpres RI Nomor 27 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia.
“Saya yakin target nasional penurunan angka stunting 14 persen tahun 2024 bisa kita raih,” tegas orang nomor satu di Lombok Utara ini.
Mencapai target itu, Djohan menilai dibutuhkan sinergi kekeluargaan, gotong royong, peduli terhadap sesama. Termasuk sinergi dalam kebangkitan yang dilandasi semangat-semangat Tioq Tata Tunaq. (ham)