Terdakwa Muhammad Bantah Serahkan Uang Proyek Saprodi Rp250 Juta ke Bupati Bima

0
Pengacara terdakwa Muhammad, Israil SH membantah adanya penyerahan uang kepada Bupati Bima.

Mataram, katada.id – Terdakwa Muhammad angkat bicara soal fee proyek Sarana Produksi (Saprodi) cetak sawah baru 2016. Ia membantah pernah menyerahkan uang Rp250 juta kepada Bupati Bima Hj. Indah Dhamayanti Putri.

“Penyerahan fee atas proyek Saprodi tersebut (kepada Bupati Bima) sama sekali tidak benar,” bantah terdakwa Muhammad melalui penasihat hukumnya Israil SH, Rabu (8/2/2023).

Dalam eksepsi terdakwa Muhamad Tayeb menyebutkan jika uang Rp250 juta diserahkan Muhammad kepada Bupati Bima. Namun hal itu ditepis Muhamad. ”Tuduhan tersebut sama sekali tidak benar. Klien kami tidak pernah menyerahkan uang kepada bupati,” tegasnya.

Menurut Israil, eksepsi Muhamad Tayeb berdampak negatif terhadap kliennya. Apalagi sampai menyebut kliennya yang menyerahkan uang ratusan juta kepada bupati. ”Sehingga perlu kami sampaikan jika fee proyek yang dimaksud itu sama sekali tidak ada,” tepis Israil.

Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terdakwa Muhammad tertanggal 6 Januari 2022 pada angka 54 dan 55, ungkap Israil, kliennya tidak pernah menyebutkan adanya penyerahan uang kepada bupati. ”Klien kami menerangkan dalam BAP tersebut tidak mengetahui mengenai adanya fee dalam pelaksanaan proyek tersebut dan klien kami juga menerangkan jika ia sama sekali tidak mengetahui siapa yang menerima dan menyerahkan fee tersebut,” ujarnya.

Israil menerangkan, dalam laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB juga tidak ada farse yang menyebutkan jika Bupati Bima turut menikmati dugaan kerugian keuangan negara dalam peristiwa hukum ini.

”Dugaan mengenai adanya aliran dana fee proyek yang mengalir ke ke klien kami maupun ke Bupati Bima merupakan dugaan yang sumir yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum,” tegas dia.

Sebagai informasi, terdakwa Tayeb secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dengan dua orang lainnya, yakni Muhammad, mantan Kepala Bidang Rehabilitasi Pengembangan Lahan dan Perlindungan Tanaman Dinas PTPH Kabupaten Bima, dan Nur Mayangsari, Kepala Seksi (Kasi) Rehabilitasi dan Pengembangan Lahan (RPL) Dinas PTPH Kabupaten Bima nonaktif. Dalam perkara ini, Muhammad dan Nur Mayangsari turut berstatus terdakwa.

Saat itu, Dinas PTPH mendapat alokasi anggaran Rp14,4 miliar dari Kementerian Pertanian RI untuk membantu meningkatkan produksi pangan di Kabupaten Bima. Ada 241 kelompok tani (poktan) di Kabupaten Bima masuk dalam daftar penerima bantuan dengan rincian Rp8,9 miliar untuk 158 poktan yang mengelola sawah seluas 4.447 hektare dan Rp5,5 miliar untuk 83 poktan dengan luas sawah 2.780 hektare. Penyaluran anggaran dikirim secara langsung ke rekening perbankan masing-masing poktan.

Pencairan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar Rp10,3 miliar, 70 persen dari total anggaran Rp14,4 miliar, dan 30 persen pada tahap kedua dengan nilai Rp4,1 miliar.

Ketika anggaran tersebut telah masuk ke rekening pribadi poktan, Tayeb sebagai PPK mengeluarkan perintah untuk melakukan penarikan tunai kepada poktan. Uang tersebut diminta untuk dikumpulkan kembali di Dinas PTPH Kabupaten Bima.

Pengumpulan anggaran yang seharusnya dikelola mandiri oleh masing-masing poktan itu ditarik kembali atas perintah terdakwa Tayeb. Penarikan tidak dibuktikan dengan adanya nota penyerahan.

Setelah uang terkumpul dari poktan, atas perintah M. Tayeb, Muhammad bersama Nur Mayangsari melakukan pembayaran ke CV Mitra Agro Santosa yang beralamat di Jombang, Jawa Timur. Penunjukan CV Mitra Agro Santosa sebagai penyedia saprodi berada di bawah perintah Tayeb.

Barang-barang yang dibeli dari perusahaan tersebut antara lain, benih padi, pupuk, dan pestisida. Namun, ada beberapa item barang yang tidak bisa disediakan CV Mitra Agro Santosa sehingga ada yang dibeli dari perusahaan penyedia lokal.

Nur Mayangsari sebagai bawahan Muhammad juga mendapatkan perintah membuat dua nota pesanan saprodi untuk CV Mitra Agro Santosa dengan rincian nota pertama sejumlah Rp8,9 miliar dan untuk pesanan kedua Rp1,7 miliar.

Pemesanan saprodi tersebut tidak sesuai dengan luas sawah kelompok tani yang terdaftar dalam petunjuk pelaksanaan. Sehingga terdapat kekurangan yang kini muncul sebagai nilai kerugian negara sebesar Rp5,1 miliar. (ain)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here