Lombok Utara, katada.id – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Barat (NTB) akhirnya menghentikan kasus dugaan korupsi penambahan ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Lombok Utara tahun anggaran 2019 sebesar Rp5,1 miliar.
Kasus dengan tersangka Wakil Bupati (Wabup) Lombok Danny Karter Febrianto ini dihentikan dengan alasan tidak cukup bukti. Salahnya tidak ditemukan adanya kerugian keuangan negara.
”Kita tidak mau menggantung nasib orang, jadi kita harus berikan kepastian hukum. Kasihan juga (kalau digantung) karena menyangkut nama dia, anak dan istrinya. Kami terbuka saja,” ungkap kepala Kejati NTB Nanang Ibrahim Soleh kepada wartawan, Jumat (3/3/2023).
Sementara, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB Ely Rahmawati menerangkan, surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus dengan tersangka DKF (Danny Karter Febrianto) telah diterbitkan. ”Perkara Wakil Bupati Lombok Utara, perkara IGD sudah kami hentikan. Sudah ada surat penghentian penyidikan,” terangnya.
Baca juga: Polda NTB Hentikan Penyidikan Kasus Penyelundupan BBM di Lombok Timur
Ely membeberkan alasan SP3, karena tidak terpenuhi unsur-unsur pasal yang disangkakan. Yakni tidak terpenuhi unsur kerugian keuangan negara. ”Kalau suatu saat ada bukti baru, ya kita bisa buka lagi,” ucapnya.
Tidak adanya kerugian negara dalam kasus ini diperkuat dengan hasil audit ulang dari Inspektorat NTB. Temuan ini sekaligus menganulir hasil audit pertama inspektorat yang menemukan adanya kerugian negara Rp242,7 juta.
”Audit kedua tidak ada kerugian negara. Audit pertama itu mengenai tidak adanya granit. Setelah audit kedua, dicek, ternyata ada dan sekarang terpasang,” jelas Ely.
Baca juga: Kejati NTB Pelajari Alasan Penghentian Kasus Penyelundupan BBM di Lombok Timur
Untuk memastikan granit terpasang, ia mengaku penyidik sudah turun mengecek ke RSUD Lombok Utara. ”Kemarin teman-teman penyidik, sebelum kita hentikan, penyidik turun ke lapangan ternyata dipasang pada pekerjaan berikutnya,” ujarnya.
Dalam kasus ini, Wabup Danny ditetapkan sebagai tersangka bersama Direktur RSUD Lombok Utara dr. Syamsul Hidayat, HZ selaku PPK proyek RSUD, MR selaku Kuasa PT Bataraguru (rekanan) dan LFH selaku Direktur CV Indomulya Consultant (Konsultan Pengawas).
Saat bergulirnya proyek tersebut, politisi Partai Gerindra ini bertindak selaku staf ahli konsultan bidang pekerjaan konstruksi dari CV Indo Mulya Consultan. Sementara, saat kasus ini mulai diusut Kejati NTB tahun 2019, posisi Danny belum menjabat sebagai wabup.
Baca juga: Kasus SPPD Fiktif, Jaksa Sudah Periksa 25 Anggota DPRD Lombok Utara
”DKF menjadi konsultan pengawas saat proyek tersebut, bukan wakil bupati. Makanya saya heran kok heboh banget,” cetus Ely.
Pekerjaan penambahan ruang IGD RSUD Lombok Utara ini dikerjakan PT Batara Guru Group. Dugaan korupsinya muncul usai pemerintah memutus kontrak dengan rekanan. Sementara anggaran yang sudah dicairkan saat itu sebesar Rp1,6 miliar.
”Waktu itu, proses pekerjaan dihentikan kontraknya. Baru dicairkan Rp1,6 miliar dari anggaran Rp5,1 miliar. Kemudian dilanjutkan oleh yang lain, yang kami tidak tahu,” tandas mantan Kepala Kejaksaan Negeri Lombok Tengah ini. (ain)