Katada.id, Mataram – Aliansi Rakyat NTB Menguggat menggedor kantor Gubernur NTB, Senin (21/10). Mereka meminta Presiden RI Joko Widodo membatalkan UU KPK, yang mulai berlaku hari ini.
Mahasiswa juga mendesa Presiden menerbitkan Perppu KPK. Dalam aksinya, mahasiswa membawa jumlah tulisan, serta keranda mayat sebagai simbol matinya demokrasi. Mereka juga membentangkan sebuah kain bertulis reformasi dikorupsi.
Aksi ini digawangi Presiden Mahasiswa Unram M. Amri. Unjukrasa mahasiswa ini dikawal ketat aparat kepolisian.
Kordinator Lapangan Khaerul Anam menegaskan aksi ini sebagai bentuk komitmen Gerakan Aliansi Rakyat NTB Menggugat mengawal problem-problem starategis negara. “UU KPK telah disahkan. Presiden tidak mengeluarkan Perpu. Penolakan publik meluas di tanah air, lima mahasiswa tewas di tangan aparat, ratusan luka juga hilang. Negara kita rendah peradaban hukumnya,” sorotnya.
Ketua BEM FH Unram itu juga menyoroti revisi UU Pertanahan, Ketenagakerjaan, dan pembakaran Hutan Kalimatan dan Sumatera yang dilakukan Korporasi, yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan rakyat. Ia menilai itu mengkerdilkan hajat hidup rakyat.
“Kami Aliansi Rakyat NTB, mendesak Pemerintah membatalkan UU yang mengkolonialisasi rakyat. Negara tidak boleh kalah terhadap Korporasi, cabut izin usaha pada semua yang terlibat dalam pembakaran hutan tersebut,” teriak Anam.
Salah satu orator aksi, Tarmidjin dalam orasinya mengecam Pemerintah Republik Indonesia karena memaksakan kriminaliasasi terhadap KPK. Dia juga menyoroti Pemerintah Provinsi karena dinilai tidak menjembatani aspirasi mahasiswa NTB.
Sementara orator perwakilan FPR Bayu Aryadani mengatakan, lima mahasiswa tewas ditangan aparat, selama gelombang gerakan mahasiswa hari-hari yang lalu diberbagai daerah. “Demokrasi tidak membenarkan adanya praktik kekerasan dalam mengawal unjuk rasa rakyat. Kami minta pembunuh lima mahasiswa diusut tuntas,” teriaknya lantang.
Ia juga menyoroti sederet UU yang tidak selaras dengan kehendak rakyat dan sederet masalah yang meretakan hajat hidup rakyat. “Hukum diciptakan untuk menjamin peningkatan mutu kehidupan rakyat, tidak untuk mengelabui nalar dan nurani rakyat,” bebernya.
Hingga kini aksi mahasiswa masih berlanjut. Saat adzan Ashar mahasiswa sempat menghentikan aksi sejenak. (sm)