15 Pendemo Dipenjara Gara-Gara Tuntut Perbaikan Jalan, Mahasiswa Gedor Polda NTB

0
Mahasiswa menggedor Polda NTB. Mereka menuntut Kapolda NTB membebaskan 15 pendemo dari FPR Donggo-Soromandi yang ditahan di Polres Bima.

Mataram, katada.id – Ratusan Mahasiswa Mataram menggedor Mapolda NTB, Jumat (2/6). Aksi tersebut bentuk solidaritas mahasiswa buntut dari penetapan tersangka 15 orang pendemo dari Front Perjuangan Rakyat (FPR) Donggo-Soromandi yang menuntut perbaikan jalan.

Mahasiswa membentangkan baliho yang bertuliskan “Bebaskan 15 massa aksi tanpa syarat, lawan rezim zalim” dan beragam pamflet dengan tulisan, “dipenjara karena tuntut perbaikan jalan”, “dipenjara karena benar,  “mereka bukan pencuri uang rakyat”, “bukan penjahat jabatan” dan lainnya.

Diketahui, Polres Bima mengamankan 26 orang dari Front Perjuangan Rakyat (FPR) yang terlibat aksi blokade jalan di Desa Bajo, Kecamatan Soromandi, Selasa (30/6). Dari 26 orang itu, terdapat tiga orang pelajar dan tiga penyelenggara Pemilu.

Setelah diselidiki, dari 26 orang pendemo yang menuntut perbaikan jalan rusak Soromandi-Donggo, hanya 15 yang memenuhi unsur tindak pidana. Sehingga mereka dijadikan sebagai tersangka.

Tidak hanya itu, belasan pendemo ditahan untuk 20 hari ke depan. Terhitung mulai 31 Mei hingga 19 Juni. Saat ini, mereka ditahan di Rutan Polres Bima.

Sebanyak 15 pendemo dijerat dengan pasal 192 ayat 1 ke 1e KUHP jo pasal 55 KUHP jo pasal 64 KUHP jo pasal 12 jo pasal 63 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jalan. Yakni dengan sengaja membinasakan, membuat hingga tidak dapat dipakai lagi atau merusak sesuatu pekerjaan untuk lalu lintas bagi umum, merintangi jalan umum yang dapat mendatangkan bahaya bagi keselamatan lalu lintas.

Kordinator Lapangan (Korlap) Enriansyah menyatakan menyesalkan tindakan represif aparat Polres Bima. Karena massa aksi dari FPR Donggo-Soromandi menuntut keadilan pembangunan infrastruktur jalan.

“Polisi mengabaikan sebab musabab gerakan yang timbul atas kondisi jalan yang mengalami kerusakan lebih dari 7 tahun,” teriak dia dalam orasinya.

Mahasiswa Hukum Universitas Mataram itu menerangkan bahwa keengganan rezim “Bima Ramah”  memperbaiki jalan selama dua periode berkuasa menyulut protes tersebut.

“Jika jalan kondisinya baik, pemerintahnya responsif dan partisipatif serta memberikan penjelasan yang rasional, tidak akan terjadi pemblokiran jalan yang mengakibatkan masa depan regenerasi bangsa berakhir di ruang tahanan. Ini tidak akan terjadi bila Bupati Bima dan DPRD Bima, serta Gubernur NTB tidak zalim. Demi keadilan, seluruh pejuang kepentingan rakyat itu harus dibebaskan,” tegasnya.

Orator lainnya, Fandrio mengungkapkan bahwa harapan masyarakat untuk perbaikan jalan sangat tinggi. Karena itu, ratusan masyarakat terhimpun dalam perjuangan, serta membantu mencukupi kebutuhan para demonstran di lapangan.

“Jika Pak Kapolda berada di posisi mahasiswa dan masyarakat, dihadapkan dengan ketidakadilan sebagaimana dialami masyarakat Donggo dan Soromandi, sekiranya akan memaklumi dan melakukan hal yang sama. Kami minta kebijaksanaan Pak Kapolda memahami perasaan dan nalar mahasiswa yang terpaksa memblokir jalan dengan harapan Pemerintah perbaiki keadaan,” ujarnya.

Ia menegaskan agar Kapolda NTB turun tangan menghadirkan keadilan untuk demonstran serta menghentikan tindakan represif aparat di Polres Kabupaten Bima.

“Mengurung pejuang rakyat itu akan membuat jarak antara polisi dengan masyarakat. Orang tua demonstran sangat mengharapkan anak-anaknya bebas. Kapolres Bima harus segera dievaluasi dan dicopot dari jabatannya,” tegasnya.

Kordinator Umum (Kordum) Egis Awalid mengatakan bahwa aparat dengan mahasiswa dan masyarakat diduga sengaja benturkan oleh Bupati Bima. Menurutnya itu dilakukan agar perjuangan yang selama ini massif digulirkan bisa dipadamkan.

“Infrastruktur layak merupakan hak dasar rakyat, yang menjadi kewajiban pemerintah untuk memenuhinya. Jangankan berada disisi rakyat, aparat kesannya menjadi alat pemerintah,” tegasnya.

Ketua umum Himpunan Mahasiswa Suku Donggo Mataram (Himasdom) ini menyerukan agar bupati tidak lagi benturkan rakyat dengan aparat.

“Jika tak sanggup berbuat adil dan menjadi pemimpin daerah, sebaiknya bupati segera mundur dari jabatannya secara terhormat,” pungkasnya.

Sebagai informasi, ratusan mahasiswa yang melakukan aksi terdiri dari organisasi Himpunan Mahasiswa Suku Donggo Mataram (HMDM), Himpunan Mahasiswa Donggo Mataram (HMDM), Himpunan Mahasiswa soromandi Mataram (HIMSI) serta dari sejumlah organisasi lainnya.

Setelah menyatakan sikap, mahasiswa membubarkan diri dengan tertib. Adapun tuntutan lengkap, sebagai berikut:

1. Kabupaten Bima membebaskan 15 orang demonstran yang masih ditahan.
2. Mendesak  Kapolda NTB mencopot Kapolres Kabupaten Bima serta menghentikan tindakan represif dan kriminalisasi gerakan rakyat.
3. Mendesak  Bupati Bima, DPRD Bima dan Gubernur NTB mengaspal seluruh jalan rusak di Kecamatan Donggo dan Soromandi sesuai kewenangan masing-masing.
4. Menuntut  Bupati Bima segera mundur dari jabatan bila tak sanggup memimpin daerah.
5. Mendesak  seluruh lembaga penegakan hukum yang ada di NTB membongkar, menangani, dan mengadili seluruh kejahatan korupsi, kolusi dan nepotisme karena merusak ketertiban daerah serta mencuri hak masyarakat  tanpa pandang bulu. Khusunya yang terjadi di Pemkab Bima. (sat)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here