Mataram, katada.id – Dugaan korupsi sejumlah kepala daerah di Nusa Tenggara Barat (NTB) dilaporkan kepada aparat penegak hukum (APH).
Laporan mendarat di Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rata-rata laporan masyarakat berkaitan dengan dugaan korupsi APBD.
Dari laporan tersebut, ada beberapa yang ditindaklanjuti, dihentikan, dan ada juga yang mangkrak.
Berikut data kepala daerah yang dilaporkan ke APH yang dirangkum katada.id:
1. Bupati Dompu
Dugaan korupsi APBD Kabupaten Dompu tahun 2022 Rp 26 miliar dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan itu disampaikan salah seorang anggota DPRD Dompu, Yatim alias Gatot, Senin (27/6/2022).
Anggota dewan dari Partai Demokrat itu melaporkan Bupati Dompu, Abdul Kader Jaelani. Selain bupati, nama lain yang dilaporkan ke lembaga antirasuah itu, yakni Ketua DPRD Dompu, Andi Bachtiar dan Sekda Dompu, Gatot Gunawan, serta pejabat lain.
Bancakan APBD Dompu Rp 26 miliar diduga dititipkan di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Dompu. Hal itu diketahui saat klinis pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda dan Litbang) Kabupaten Dompu. Anggaran mengalami peningkatan drastis.
Tambahan anggaran itu tanpa koordinasi dan pemberitahuan terlebih dahulu. Juga tidak dibahas bersama Badan Anggaran (Banggar) DPRD Dompu. Informasinya, anggaran itu untuk program fisik, diantaranya pembuatan jalan dan irigasi. Dugaannya, anggaran ini dibagi-bagi ke oknum anggota dewan.
Anggaran Rp 26 miliar itu masuk dana alokasi umum (DAU) APBD Dompu. Tetapi anggaran ini tidak bahas sebelumnya di Banggar DPRD.
Di sisi lain, anggaran diduga siluman ini tidak masuk dalam dana Pokok Pikiran (Pokir) DPRD. Tetapi sengaja disimpan untuk kegiatan menyerupai pokir.
2. Bupati Sumbawa Barat
Bupati Sumbawa Barat HW Musyafirin dilaporkan ke Kejati NTB. Dalam laporan masyarakat kepada Kejati NTB, diduga terjadi tindak pidana pada proses pembelian bandara dari pihak swasta, pengembangan infrastuktur bandara yang diduga mangkrak (total lost), proses pengadaan barang/jasa pengembangan bandara, pemeliharaan bandara, batalnya hibah kepada Kementrian Perhubungan, serta pembiayaan sewa Bandara Sekongkang sebesar Rp500 juta oleh PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).
Jumlah anggaran yang telah dikucurkan untuk pengembangan Bandara Sekongkang di luar pengadaan tanah. Di antaranya, perencanaan peningkatan bandara Sekongkang menggunakan APBD tahun 2014 dimenangkan CV Geo Techno Design senilai Rp120 juta, biaya pengawasan peningkatan bandara dari APBD tahun 2014 dimenangkan CV Bina Inti Rancang Konsultan senilai Rp100.434.000, dan peningkatan bandara dari APBD tahun 2014 dimenangkan PT Istana Persahabatan Timur Rp7.012.130.000.
Selain itu, seluruh kegiatan peningkatan Bandara di atas dilakukan tanpa mengantongi Studi Kelayakan, Rencana Induk Bandara (RIB) serta izin registrasi di Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub (Kementerian Perhubungan).
Hal ini dapat dilihat dari adanya biaya belanja jasa konsultansi Studi Kelayakan Bandara Sekongkang dari APBD tahun 2017 yang dimenangkan PT Tambora Setia Jaya dengan nilai kontrak Rp149.215.000 dan biaya Rencana Induk Bandara (RIB) melalui APBDP 2017 yang dimenangkan PT Amethys Utama sebesar Rp1.135.000.000, serta izin registrasi di Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub yang baru keluar tahun 2015 dengan Nomor: 011/RBU-DBU/III/2015 atas nama Bandara Sumbawa Barat. Berdasarkan informasi, Pemkab KSB dalam lima tahun terakhir ini atau sejak 2019 menerima uang sewa dari PT AMNT sebesar Rp 500 juta.
Namun kasus ini hanya bertahan di tahap penyelidikan. Kejati NTB memutuskan untuk tidak meneruskan penanganan karena tidak ada alat bukti yang cukup.
3. Bupati Bima
Bupati Bima Indah Dhamayanti Putri tiga kali dilaporkan ke KPK. Terbaru, Bupati Bima dua periode ini diduga melakukan korupsi pada sejumlah pengadaan barang dan jasa tahun 2015-2024. Di antaranya, proyek Masjid Agung Bima, penyertaan modal BUMD, pengadaan kapal, dan dana hibah.
Sebelumnya, Bupati Bima Indah Dhamayanti Putri dilaporkan ke KPK karena diduga terlibat dugaan korupsi pembangunan Masjid Agung pada Juni 2022. Laporan tersebut dilayangkan Koordinator Lawan Institute, Syahrul Rizal.
Sebagaimana dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) NTB, pembangunan Masjid Agung itu diduga terjadi penyimpangan yang berpotensi merugikan keuangan daerah sebesar Rp 8,4 miliar.
Temuan itu berasal dari denda keterlambatan pekerjaan Rp 832.075.708; kekurangan volume pekerjaan konstruksi Rp 497.481.748; dan kelebihan pembayaran PPN Rp 7.092.727.273.
Selain itu, Anggota DPRD Bima Rafidin juga melaporkan Bupati Bima terkait dugaan tindak pidana korupsi APBD Kabupaten Bima tahun 2019-2020 ke KPK. Laporan itu memuat dua item, yakni penggunaan dana covid-19 Pemkab Bima tahun 2020 dan pengelolaan anggaran di PD Wawo (perusahaan daerah milik Pemkab Bima).
Laporan itu disampaikan Rafidin pada 24 Februari 2021. Laporan tersebut teregister dengan Nomor Informasi: 2021-A-00560 dan Nomor Agenda: 2021-02-103 dan diterima oleh petugas KPK Siti NM.
Bupati Bima juga dilaporkan ke Kejati NTB terkait dugaan penyalahgunaan anggaran penyertaan modal terhadap delapan BUMD dari tahun 2005 hingga 2022. Bupati dilaporkan masyarakat kepada Kejati NTB 20 Februari 2023.
Penyertaan modal saat Bupati Bima Hj Indah Dhamayanti Putri dari tahun 2015 sampai tahun 2019, rinciannya Bank NTB Rp 24,6 miliar, PDAM Rp 1,8 miliar, PD Wawo Rp 1,5 miliar, PD BPR NTB Bima Rp 1,650 miliar, PT Dana Usaha Mandiri Rp 250 juta, PT Dana Sanggar Mandiri Rp 250 juta, BPR Pesisir Akbar Rp 2,350 miliar, dan PT Jamkrida NTB Gemilang Rp 500 juta.
Namun kasus tersebut dihentikan. Kejaksaan beralasan tidak ada alat bukti yang mengarah pada tindak pidana korupsi. (ain)