Kejati NTB Pastikan Kasus Dugaan Gratifikasi Kepala Kemenag NTB Jalan Terus

0
Gedung kantor Kejati NTB.

Mataram, katada.id – Kasus dugaan gratifikasi di Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Nusa Tenggara Barat (NTB) dipastikan terus berjalan.

Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB masih mengumpulkan keterangan dan data kaitan dengan dugaan penyalahgunaan jabatannya, gratifikasi, dan pungutan liar (Pungli) dilakukan Kepala Kanwil Kemenag NTB Zamroni Aziz.

Kasi Penerangan Hukum Kejati NTB Efrien Saputera menegaskan, penanganan kasus tersebut masih berlangsung. “Masih lidik (penyelidikan,” katanya, beberapa hari lalu.

Selama proses penyelidikan, menurut Efrien, pihaknya belum bisa membuka ke publik. Termasuk perkembangan penanganan seperti siapa saja yang sudah dimintai keterangan. “Kalau sudah naik penyidikan akan disampaikan semuanya,” ujarnya.

Dugaan gratifikasi ini dilaporan masyarakat, belum lama ini. Dalam laporannya, Zamroni Aziz diduga meminta sejumlah uang kepada Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) 2024 mulai dari Rp 30 juta hingga Rp 50 juta. Uang tersebut dikirim melalui rekening petugas kepada rekening istri Zamroni.

Zamroni juga diduga menerima gratifikasi dari mutasi jabatan eselon III pada Kemenag NTB. Pejabat yang ingin mendapat jabatan menyetor uang Rp 500 juta hingga Rp 700 juta

Tak hanya itu, Zamroni juga diduga meminta sejumlah uang kepada Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang ingin pindah tugas tahun 2023. Satu orang menyetor Rp 10 hingga Rp 15 juta.

Sebelumnya, Dugaan gratifikasi ini dibantah Kanwil Kemenag NTB. Ketua Tim Bina Haji Reguler dan Advokasi Syukri Safwan menerangkan, rekrutmen petugas haji mengacu pada petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari Kemenag RI. Dalam juklak juknis tersebut, ada sejumlah tahapan yang mesti dilalui calon PPIH.

“Terkait isu yang beredar, pertama saya jelaskan bahwa saya secara tusi (tugas pokok dan fungsi) ada di Bina Haji Reguler Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag NTB. Sebelum saya jelaskan, perlu diketahui bahwa rekrutmen petugas haji berlandaskan juklak juknis dari Kemenag RI. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Pertama seleksi administrasi melalui aplikasi Siskohat (Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu),” terang Syukri kepada wartawan, Selasa (20/8).

Syukri mengaku, setiap pengumuman sejak seleksi awal selalu dipublikasikan. Termasuk catatan-catatan kekurangan dari pendaftar dalam setiap tahapan. Setelah seleksi administrasi, selanjutnya tes CAT (Computer Assisted Test) di tingkat Satker kabupaten/kota.

“Ketika lulus tahap ini, baru mengikuti di tingkat wilayah (provinsi). Tahapan itu wajib dilalui. Ada tes wawancara juga. Setelah semua selesai, kemudian disaring lagi,” ungkapnya.

Syukri menekankan bahwa ada proteksi berjenjang dalam seluruh tahapan seleksi. Ruang untuk melakukan tindakan-tindakan yang dituduhkan, klaimnya tidak ada.

“Kami berkeyakinan, ruang untuk melakukan transaksi relatif tidak ada. Kemudian dugaan transaksi dalam hal penentuan kelulusan, sepengetahuan kami, kami tidak pernah mendengar dan mendapat laporan seperti itu,” bantah Syukri.

Sementara, Ketua Tim Kepegawaian dan Hukum Kanwil Kemenag NTB Helmi Amrullah menjelaskan perihal penempatan pejabat eselon III pada Kanwil Kemenag NTB. Menurutnya, wewenang pengangkatan jabatan eselon III menjadi ranah Biro Kepegawaian Setjen Kemenag RI.

“Wewenang pengangkatan jabatan eselon III itu dimiliki oleh Kementerian Agama RI. Kami di Kanwil hanya mengusulkan nama-nama beserta dokumen kepegawaian untuk disampaikan ke Biro Kepegawaian Setjen Kemenag RI,” katanya.

“Nama-nama yang diusulkan nanti tentunya akan diverifikasi validitas keabsahannya, kesesuaiannya apakah yang bersangkutan sudah kompatibel atau valid untuk diusulkan dan layak diangkat sebagai pejabat eselon III,” kata dia melanjutkan.

Nama-nama tersebut juga akan divalidasi oleh Inspektorat Jenderal Kemenag RI untuk kemudian mengeluarkan surat bebas temuan yang disampaikan kepada Sekretaris Jenderal Kemenag RI.

Dalam prosesnya, Kanwil Kemenag NTB mengklaim telah mengikuti seluruh proses yang dipersyaratkan. “Proses ini audah dilaksanakan sesuai SOP. Kewenangannya ada di Kemenag RI,” tutur Helmi.

Selanjutnya, soal dugaan adanya gratifikasi pada pindah tugas Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), Helmi mengaku, dalam pengangkatan formasi PPPK tahun 2022 yang diangkat 2023, penempatannya ada yang tidak sesuai dengan satuan kerja awal.

“Soal dugaan pungli di pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja, proses yang kami lalui bahwa sejak awal pengangkatan formasi PPPK tahun 2022 yang diangkat 2023 saat itu penempatan mereka tidak sesuai dengan satuan kerja awal. Sehingga kami berinisiatif melakukan komunikasi menyampaikan usulan untuk disesuaikan dengan kebutuhan pada unit kerja yang ada,” ujarnya.

Kanwil Kemenag NTB mengaku pihaknya telah berkoordinasi dan bersurat perihal tersebut. Dalam suratnya, Kanwil Kemenag NTB meminta diterbitkan keputusan untuk menempatkan formasi sesuai dengan kebutuhan pada unit kerja.

“Itu direspons oleh Biro Kepegawaian dan disetujui penugasan itu. Dan kami jalankan proses yang ada sesuai ketentuan yang berlaku,” katanya.

Spesifik ihwal dugaan gratifikasi, pihaknya membantah tudingan tersebut. “Kaitan dengan dugaan pungli, tentu kami tidak ada. Kami tidak ingin berspekulasi karena itu bisa saja dilakukan oleh oknum-oknum yang mengatasnamakan Kemenag NTB. Dalam hal ini, kami sudah melaksanakan semua proses yang ada sesuai ketentuan dari Biro Kepegawaian Kemenag RI,” tandasnya. (com)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here