Mataram, Katada.id – Mantan Kades Kemuning, Sumbawa Barat, Husni Tamrin alias Mirin diseret ke Pengadilan Tipikor Mataram. Ia menjalani sidang dengan agenda pembacaan tuntutan.
Terdakwa Tamrin dituntut 7 tahun 6 bulan. Tuntutan itu dibacakan Jaksa penuntut umum Rahajeng Dinar. ’’Terdakwa dituntut 7 tahun 6 bulan penjara,’’ kata jaksa dalam tuntutannya, Senin (23/12).
Dalam tuntutan jaksa, terdakwa disebut melakukan tindak pidana korupsi korupsi DD/ADD tahun 2017 sebesar Rp 981,99 juta, sesuai audit BPKP NTB. Uang hasil korupsi sebagiannya dipakai untuk foya-foya, karaoke, dan membeli motor gede (moge) Kawasaki Ninja.
’’Pada tahun 2017, Desa Kemuning mengelola dana desa Rp 1,99 miliar. Ditambah dengan bagi hasil pendapatan retribusi daerah dan PAD, terdakwa sebagai kepala desa mengelola Rp 2,19 miliar,’’ sebut jaksa.
Tamrin kemudian menyusun 18 proyek fisik. Dari 18 proyek fisik tersebut tidak selesai sampai 100 persen. Proyek itu antara lain, pembangunan musala, pembangunan aula kantor desa, bronjong, drainase, paving block, pagar, plafon dan atap kantor desa, gapura dusun, dan pos kamling.
Total nilai proyek fisik yang tidak diselesaikan Rp 1,2 miliar. Terdapat selisih kekurangan pekerjaan sebesar Rp 630 juta.
Selain itu, pengadaan barang dan jasa pun tidak ada yang dilaksanakan. Walaupun sudah dianggarkan dalam APBDes. Namun dalam laporannya, pengeluaran anggarannya tetap tercantum sehingga fiktif sebesar Rp 265,48 juta.
Terdakwa juga membuat pengadaan fiktif itu berupa komputer kantor desa, pendingin udara, televisi, papan informasi, hewan kurban, rombong UMKM, jalan lingkungan, pemasangan internet.
Penggantian suku cadang, belanja makan minum RKPDes, jasa dokumentasi, dan pengelola informasi desa. Termasuk pajak sebesar Rp 5,02 juta yang tidak dibayarkan.
’’Terdakwa mengelola sendiri dana APBDes untuk kegiatan fisik dan pengadaan barang dan jasa tanpa melibatkan bendahara desa. Kecuali dalam pembayaran gaji pegawai desa,’’ urainya.
Tim pelaksana kegiatan (TPK) pun tidak pernah dilibatkan dalam proyek desa. “Terdakwa tidak pernah membuat LPJ dalam pengelolaan dana APBDes untuk keperluan pribadinya, salah satunya membeli motor Kawasaki Ninja 250 CC,” jelasnya.
Sementara, Suhartono penasihat hukum terdakwa menilai tuntutan itu berat. Pada sidang selanjutnya akan mengajukan pembelaan. Soal dana desa yang dipakai terdakwa untuk foya-foya, ia tidak menampiknya.
’’Dihadapan hakim terdakwa mengakuinya. Ada yang dipakai untuk beli moge, karaoke, dan lainnya,’’ terangnya. (dae)