Mataram, katada.id – Polda NTB melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) di Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Kamis (22/5). Olah TKP ini terkait dugaan pelecehan seksual terhadap mahasiswi yang menyeret dosen berinisial W.
Dalam rangkaian olah TKP, Dosen W memperagakan 65 adegan dari dua lokasi kejadian di area UIN Mataram.
Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat menjelaskan bahwa olah TKP tersebut mencakup dua lokasi, yaitu tempat tidur pelaku dan ruangan sekretariat tempat rapat.
”Kita lakukan adegan 65 kali. Tempat pertama, tempat tidur pelaku, di sana ada empat korban dengan 49 adegan,” ungkap Syarif Hidayat.
Di lokasi kedua, yaitu ruangan sekretariat tempat pelaku melakukan aksinya. Di ruangan tersebut, kepolisian melakukan 16 adegan untuk menggambarkan kronologi pelecehan yang terjadi.
Olah TKP ini dilakukan setelah adanya laporan dari sejumlah mahasiswi yang mengaku telah menjadi korban pelecehan seksual, Selasa (20/5). Para korban melaporkan kejadian tersebut dengan pendampingan dari Koalisi Stop Kekerasan Seksual (KSKS) NTB.
Kepolisian juga telah menginterogasi tiga korban untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut mengenai kejadian yang diduga dilakukan oleh WH, oknum dosen yang mengajar di UIN Mataram.
Selain itu, pihak kepolisian juga melakukan interogasi terhadap terduga pelaku setelah yang bersangkutan datang secara sukarela ke Direktorat Reskrimum Polda NTB. Berdasarkan pengakuan WH, aksinya dilakukan di dua tempat di lingkungan kampus tersebut.
”Terlapor datang memberikan keterangan secara sadar, tapi kami tidak langsung percaya. Berdasarkan hasil interogasi korban dan pelaku, kami lakukan olah TKP,” jelas Kombes Pol Syarif Hidayat.
Kepolisian menyebutkan bahwa penyelidikan masih terus berlanjut dan diharapkan kasus ini dapat segera tuntas. “Semoga cepat tuntas. Lagi kita dalami, karena bukan satu korban,” tambahnya.
Sebagai informasi, pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh pelaku terjadi sejak tahun 2021 hingga 2024. Aksi bejat tersebut dilakukan di asrama putri pada malam hari, dengan sebagian besar korban merupakan mahasiswa Bidikmisi.
Modus yang digunakan pelaku adalah manipulasi, di mana ia meminta para korban untuk menganggapnya sebagai figur ayah. Meskipun tidak ada korban yang disetubuhi, tindakan pelecehan ini tetap dianggap sebagai bentuk kekerasan seksual yang serius. (red)