Lombok Utara, katada.id – Kasus dugaan bullying terhadap seorang anak berkebutuhan khusus di kawasan Sira, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), mulai menemukan titik terang.
Remaja berinisial A (14) diduga menjadi korban pengeroyokan brutal oleh lima teman sebayanya, Rabu (18/6).
Menyikapi kasus ini, Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Lombok Utara mengambil langkah bijak dengan memfasilitasi proses mediasi menggunakan pendekatan restoratif justice. Pendekatan ini dipilih mengingat bahwa baik korban maupun pelaku sama-sama masih di bawah umur.
“Pendekatan yang kami lakukan bersifat humanis dan edukatif. Tujuannya agar anak-anak yang terlibat tidak semakin terpuruk, tetapi tetap mendapatkan pembinaan yang tepat,” ungkap Kasatreskrim Polres Lombok Utara, AKP Punguan Hutahean dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/6).
Menurutnya, restoratif justice memberikan ruang bagi proses hukum yang tidak hanya fokus pada hukuman, tetapi juga pada pemulihan, tanggung jawab, serta pembinaan perilaku jangka panjang.
Proses mediasi tersebut dihadiri oleh berbagai pihak yang memiliki kepentingan dalam perlindungan anak, termasuk Lembaga Perlindungan Anak (LPA), UPTD PPA, pekerja sosial, serta orang tua dari korban dan para pelaku.
“Semua pihak sepakat menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Ini bukan hanya penyelesaian konflik, tapi juga proses pembelajaran kolektif,” tambah AKP Punguan.
Dalam mediasi tersebut, para pihak menekankan pentingnya pemulihan psikologis bagi korban, serta pemberian bimbingan dan pembinaan kepada para pelaku agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari. Hal ini merupakan bagian dari upaya bersama dalam menciptakan lingkungan sosial yang lebih aman dan mendukung bagi tumbuh kembang anak-anak.
AKP Punguan juga menggarisbawahi pentingnya keterlibatan seluruh elemen masyarakat. “Kami mendorong keterlibatan aktif dari keluarga, sekolah, dan masyarakat luas untuk ikut mencegah kekerasan terhadap anak. Ini adalah tanggung jawab kolektif,” tegasnya.
Penerapan restorative justice dalam kasus ini menunjukkan bahwa proses penegakan hukum terhadap anak bisa dijalankan seiring dengan prinsip perlindungan dan pendidikan, sesuai dengan amanat Undang-Undang Perlindungan Anak dan Konvensi Hak Anak. (red)