Mataram, katada.id – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Mataram menyoroti persoalan kelangkaan LPG 3 kilogram bersubsidi yang belakangan ini dirasakan masyarakat di sejumlah daerah di Nusa Tenggara Barat (NTB). Kelangkaan tersebut dinilai paling membebani warga kurang mampu dan pelaku usaha mikro.
Ketua Umum HMI Cabang Mataram, Lalu Aldiara Elang Sakti, menyatakan stok LPG 3 Kg di NTB sebenarnya cukup berdasarkan data resmi. Namun, distribusi dan akses di tingkat pengecer hingga pangkalan belum merata sehingga kerap memicu lonjakan harga.
“Masalah ini bukan sekadar teknis, tapi menyangkut keadilan energi. Kami menuntut agar pemerintah tidak berhenti pada retorika, melainkan bergerak cepat menyelesaikan persoalan di lapangan,” tegas Elang dalam keterangannya, Jumat (19/9).
Elang mengatakan bahwa data resmi menujukan bahwa NTB mendapatkan distribusi 84.000 tabung LPG 3 Kg. Kabupaten Lombok Timur menjadi penerima terbanyak dengan 20.600 tabung, disusul Lombok Tengah 14.600 tabung dan Lombok Barat 9.700 tabung.
Sementara itu, Kota Mataram katanya dipasok 8.300 tabung, Kabupaten Sumbawa 7.500 tabung, Kabupaten Bima 7.100 tabung, Lombok Utara 6.000 tabung, Dompu 5.400 tabung, Kota Bima 4.800 tabung, dan Sumbawa Barat hanya 500 tabung.
Meski dalam angka terlihat distribusi mencukupi, HMI menilai ketidakmerataan akses di tingkat pengecer dan dugaan penyalahgunaan membuat masyarakat kecil tetap kesulitan mendapatkan LPG 3 Kg.
“Kelangkaan LPG ini bukan sekadar isu logistik, tapi menyentuh kebutuhan dasar masyarakat setiap hari. Pemerintah harus hadir memastikan subsidi benar-benar tepat sasaran,” tegasnya.
Merespon itu HMI Cabang Mataram mengajukan lima langkah mendesak yang harus dilakukan Pemprov NTB, Pertamina, dan instansi terkait:
1. Investigasi Program MBG untuk memastikan tidak ada penggunaan LPG 3 Kg bersubsidi di dapur-dapur MBG.
2. Audit distribusi di pangkalan dan pengecer untuk mencegah penyelewengan.
3. Penegakan regulasi agar usaha besar/restoran/MBG tidak memakai LPG subsidi.
4. Transparansi data stok secara real time sehingga masyarakat bisa memantau ketersediaan.
5. Revisi kuota dan alokasi jangka panjang, khususnya menghadapi momen hari besar dan lonjakan permintaan. (*)