Mataram, Katada.id – Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Bali–Nusa Tenggara menggelar aksi demonstrasi di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, Kamis (23/10).
Dalam aksinya, massa HMI mendesak aparat penegak hukum menuntaskan tiga kasus besar yang dinilai mangkrak. Yakni, dugaan korupsi pembangunan Masjid Agung Kabupaten Bima, 51 PKBM fiktif di Kabupaten Bima, dan reklamasi ilegal Pantai Amahami di Kota Bima.
“Gerakan mahasiswa menjadi pengawas moral sekaligus motor perubahan. Karena itu kami mendesak aparat penegak hukum untuk serius menindak berbagai dugaan pelanggaran yang merugikan rakyat,” tegas Ketua Badko HMI Bali Nusra, Caca Handika.
Dugaan Korupsi Rp8,4 Miliar Masjid Agung Bima
Badko HMI menyoroti dugaan korupsi proyek pembangunan Masjid Agung Bima yang disebut-sebut dihentikan penanganannya oleh kejaksaan. Caca menyebut kasus itu sempat dilimpahkan ke KPK dan menjadi temuan BPK dengan nilai kerugian mencapai Rp8,4 miliar.
“Jaksa tiba-tiba menghentikan kasus dengan alasan yang tidak rasional. Padahal beberapa pihak sudah dimintai keterangan. Jaksa mestinya juga cek kondisi bangunan Masjid Agung, itu sudah berantakan,” ungkapnya.
HMI menyerukan agar Kejaksaan Agung RI turun tangan melakukan investigasi mendalam atas penghentian perkara tersebut.
“Kami menduga ada konspirasi dalam penghentian kasus ini,” tegasnya.
Reklamasi Ilegal Pantai Amahami Kota Bima
Selain itu, HMI juga menyoroti aktivitas reklamasi di kawasan Pantai Amahami yang dinilai ilegal dan melanggar tata ruang pesisir. Aktivitas tersebut mencakup pembangunan jalan dan masjid terapung tanpa izin lokasi dan tanpa dokumen Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).
“Reklamasi itu bertentangan dengan aturan. Kewenangan pemberian izin ada di pemerintah provinsi, bukan kota. Tapi aparat justru diam,” beber Caca.
Ia menilai, praktik itu merupakan kejahatan lingkungan dan struktural yang telah dibiarkan terlalu lama.
“Kejati NTB seakan tutup mata. Kami mendesak penegakan hukum terhadap mafia tanah dan pelanggaran ruang pesisir di Amahami,” lanjutnya.
Skandal PKBM Fiktif: Mafia Pendidikan Rugikan Negara
Sementara itu, Koordinator Lapangan David Putra Pratama menyoroti dugaan keberadaan 51 PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) fiktif di Kabupaten Bima. Dugaan tersebut sudah dilaporkan resmi ke Kejati NTB melalui surat bernomor 020/B/HMI/12/1446 H.
“Lembaga pendidikan non-formal itu menerima kucuran dana hingga ratusan juta rupiah tanpa beroperasi di lapangan,” ujarnya.
Menurut David, dana itu seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat. Ia menyoroti tiga PKBM yang paling mencurigakan, yaitu PKBM La Peke, PKBM Oi Jangka, dan PKBM Maju Sejahtera.
“Negara tidak boleh kalah oleh mafia pendidikan,” tegasnya.
Tiga Tuntutan HMI Badko Bali–Nusra
Mendesak Kejati NTB membuka kembali berkas dugaan korupsi pembangunan Masjid Agung Bima dengan kerugian negara Rp8,4 miliar.
Mendesak Kejati NTB mengusut aktivitas reklamasi Pantai Amahami yang diduga ilegal.
Mendesak Kejati NTB menetapkan para pelaku dalam kasus 51 PKBM fiktif di Kabupaten Bima.
“Seluruh dugaan tindak pidana ini menjadi ujian integritas penegakan hukum di NTB. Kami akan terus mengawal sampai tuntas,” tutup Caca. (*)