Bima, katada.id – Sekretaris Komisi I DPRD Kabupaten Bima, Jasmin Malik, melontarkan kritik tajam terhadap Pemkab Bima. Lantaran dinilai molor membawa APBD 2026.
Bagaimana tidak, hingga penghujung Oktober 2025, eksekutif belum juga hadir dalam agenda pembahasan KUA-PPAS (Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara) untuk penyusunan APBD 2026.
“Pemkab Bima belum hadir pembahasan KUPA dan KUA-PPAS, padahal jadwalnya sudah ditetapkan oleh Banmus (Badan Musyawarah) DPRD dan telah disurati secara resmi oleh pimpinan dewan,” kata Jasmin kepada katada.id, Selasa (28/10).
Politisi PPP dari Dapil Sape–Lambu itu menyebut absennya eksekutif dalam tahapan penting penyusunan APBD sebagai bukti ketidaksiapan pemerintah daerah. Ia menilai, kondisi ini menggambarkan pemerintahan yang kehilangan arah dan kompas kerja.
“Pemerintah Daerah ini seperti orang mabuk. Jalannya miring ke kiri, miring ke kanan, tidak jelas mau ke mana. Kalau diteruskan seperti ini, bisa menimbulkan kecelakaan besar dalam perjalanan pembangunan daerah,” sindirnya tajam.
Menurut Jasmin, pembahasan APBD, urat nadi penyelenggaraan pemerintahan. Jika tahapan itu diabaikan, maka dampaknya akan sangat serius, tidak hanya pada sistem administrasi, tetapi juga terhadap pelayanan publik dan pembangunan masyarakat.
“Kalau pembahasan terus molor, daerah bisa kehilangan momentum kerja di awal tahun. Program-program prioritas bisa tersendat dan rakyat yang jadi korban,” ungkapnya.
Ia memperingatkan, jika hingga batas waktu 30 November 2025 pembahasan dan penetapan APBD 2026 belum dilakukan, maka Kabupaten Bima berpotensi menghadapi stagnasi anggaran di awal tahun.
Lebih jauh, Jasmin menuding kekacauan birokrasi saat ini disebabkan oleh kegelisahan para pejabat di lingkaran pemerintahan, akibat mutasi dan rotasi jabatan yang tak kunjung digelar.
“Saya melihat para pimpinan OPD tidak fokus bekerja. Mereka lebih sibuk memikirkan nasib jabatan daripada tugas pelayanan. Kegelisahan soal mutasi inilah yang jadi biang kerok lambannya kinerja eksekutif,” terangnya.
Jasmin juga mengingatkan risiko hukum bila APBD dipaksakan disahkan tanpa pembahasan yang sah dan transparan.
“Kalau APBD 2026 dipaksakan lahir tanpa proses yang benar, itu seperti APBD aborsi, atau produk yang lahir paksa dari hubungan gelap antara kepentingan politik dan birokrasi. Ini berbahaya bagi tata kelola pemerintahan,” tegasnya, sembari mendesak agar Pemkab Bima segera hadir rapat bersama DPRD.
Sementara Plt Kepala BPKAD Kabupaten Bima Aries Munandar, hingga berita ini diturunkan belum menanggapi konfirmasi katada.id. (*)













