Mataram, katada.id – Aktivitas tambang emas ilegal di kawasan hutan Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, terus memicu kerusakan lingkungan yang kian parah.
Hal itu berdasarkan hasil operasi yustisi Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB mencatat sedikitnya 89,91 hektar kawasan hutan rusak berat akibat aktivitas tambang emas ilegal, dengan total 25 titik lokasi galian menggunakan alat berat.
Kepala Bidang Perlindungan dan Konservasi Alam DLHK NTB, Mursal, mengungkapkan bahwa pihaknya bersama tim gabungan dari Bale Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jawa dan Bali Nusra, penyidik KPK, dan wartawan Tempo menemukan fakta mengejutkan saat operasi di Lendek Bare, Desa Persiapan Blongas, Kecamatan Sekotong Barat, Lombok Barat
“Kami setelah mengumpulkan data dan informasi kemudian kita dapat kenyataan ada operasional pertambangan ilegal di dalam kawasan hutan dengan total luas 89,91 hektar. Jadi itu terbagi dalam 25 titik. Jangan dibayangkan mereka berlubang, mereka menggunakan alat berat,” kata Mursal.
Ia menjelaskan, operasi itu berawal dari temuan pembakaran camp pekerja yang saat itu diketahui melibatkan pekerja asal China daratan dan Taiwan. Dari hasil penyelidikan, tim menemukan dua bak perendaman besar, kolam-kolam destilasi, serta berbagai bahan kimia berbahaya yang digunakan dalam proses pemurnian emas.
“Kalau masyarakat lokal biasanya menggunakan merkuri dan sianida. Tetapi yang pendatang asal China ini menggunakan bahan kimia lain, yaitu jinchan,” ungkapnya.
Menurut Mursal, aktivitas tersebut tidak hanya menyebabkan hilangnya potensi emas negara yang ditaksir mencapai Rp1,08 triliun per tahun, tetapi juga menyebabkan pencemaran limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya) serta kerusakan bentang alam yang luas.
“Kemasan jinchan itu berserakan di bukit-bukit. Saat hujan turun, air mengalirkan zat berbahaya itu ke hilir. Bisa mencemari sumur warga, tanaman singkong, padi, bahkan masuk ke rantai makanan kita,” ujarnya.
Ia mengatakan pencemaran juga dikhawatirkan berdampak hingga wilayah pesisir.
“Ada juga yang lolos ke laut karena di selatan itu pantai semua. Pantai Belongas, Pantai Mekaki, di situ area tangkapan ikan,” tambahnya.
DLHK NTB memprediksi, kerusakan yang tampak saat ini baru sebagian kecil dari total aktivitas tambang ilegal di Sekotong.
“Yang sudah terbuka itu 89,91 hektar. Tetapi di luar pemetaan bisa sekitar 500 – 600 hektar. Belum lagi di Pelangan. Ini baru di Desa Persiapan Blongas saja,” tegas Mursal.
Ia menekankan perlunya komitmen bersama antara pemerintah pusat dan daerah untuk menghentikan praktik tambang ilegal ini.
“Harus ada dukungan dari Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian ESDM, hingga Kapolri dan Menkopolhukam. Kalau komitmen penegak hukum di daerah sama-sama kuat, saya yakin bisa dihentikan seperti di Bangka Belitung,” ujarnya.
Sementara itu, Mursal memastikan kawasan sekitar Gunung Prabu di Lombok Tengah yang sempat menjadi lokasi tambang liar kini sudah bersih setelah dilakukan pendekatan sosial bersama pemerintah setempat.
“Sekarang di Gunung Prabu dekat Mandalika sudah tidak ada lagi pertambangan ilegal di sana,” tutupnya. (*)













